Cari Blog Ini

Rabu, 13 April 2011

ASUHAN KEPERAWATAN BAYI BARU LAHIR YANG SAKIT

ASUHAN KEPERAWATAN BAYI BARU LAHIR YANG SAKIT

PENDAHULUAN
Pembangunan kesehatan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam upaya meningkatkan kesehatan masyarakat di Indonesia. Berbagai indikator dalam menentukan keberhasilan tersebut salah satunya adalah angka kematian bayi. Indonesia selama ini telah berhasil menurunkan AKB dari 125 per 1000 kelahiran hidup pada tahun 1965 menjadi 75 per 1000 kelahiran hidup pada tahun 1992 dan 54 per seribu kelahiran hidup pada tahun 1994. Angka ini masih tergolong tinggi dibandingkan negara-negara ASEAN yang lain.

WHO tahun 1993 melaporkan bahwa dari 8,1 juta kematian bayi hampir separuhnya (3,9 juta atau 48%) adalah kematian pada masa neonatus. Dua per tiga kematian neonatus terjadi pada masa minggu pertama kehidupan dan kematian sesudah minggu pertama pun terkait dengan kelainan pada masa perinatal. Di negara berkembang 3 – 6 % bayi menderita asfiksia baerbagai derajat dari ringan sampai berat dan diperkirakan penyebab dari 25% kematian neonatus yang berhubungan dengan kematian. Sejumlah yang sama akan hidup tetapi menderita cacat karena kecacatan otak.

Hanya sedikit data mengenai insiden hipotermia yang menyebabkan kematian. Bukti nyata menunjukkan bahwa hipotermia merupakan penyebab kematian pada bayi BBLR dan bayi kurang bulan. Sekitar 19 % bayi dilahirkan dengan berat badan kurang dari 2500 gram yang digolongkan sebagai BBLR. BBLR merupakan salah satu penyebab kematian utama neonatus. Kontribusi utama kematian BBLR adalah kurang bulan, infeksi, asfiksia, hipotermia dan kesulitan nutrisi yang disertai hipoglikemia dengan tanda-tanda kejang.

Tabel 1. Penyebab Kematian Neonatus di Negara Berkembang (WHO 1993)
Sebab Kematian Jumlah Kematian Bayi
Proporsi dari total kematian bayi (%)
Asfiksia Lahir 840.000 21,1
Trauma Lahir 420.000 10,6
Tetanus Neonatorum 560.000 14,1
Sepsis, Meningitis 290.000 7,2
Pneumonia 755.000 19,0
Diare 60.000 1,5
Bayi kurang bulan 410.000 10,3
Cacat bawaan 440.000 11,1
Lain-lain 205.000 5,1

Total
3.980.000
100

Masalah pada neonatus biasanya timbul sebagai akibat yang spesifik terjadi pada masa perinatal, tidak hanya merupakan penyebab kematian tetapi juga kecacatan. Masalah ini timbul sebagai akibat buruknya kesehatan ibu, perawatan kehamilan yang kurang, manajemen persalinan yang tidak tepat dan tidak bersih serta kurangnya perawatan bayi baru lahir.

Untuk mampu mewujudkan koordinasi dan standar pelayanan yang berkualitas maka petugas kesehatan dibekali pengetahuan dan keterampilan untuk dapat melaksanakan pelayanan essensial neonatal yang dikategorikan dalam dua kelompok yaitu :
A. Pelayanan Dasar
1. Persalinan aman dan bersih
2. Mempertahankan suhu tubuh dan mencegah hiportermia
3. Mempertahankan pernafasan spontan
4. ASI Ekslusif
5. Perawatan mata
B. Pelayanan Khusus
1. Tatalaksana Bayi Neonatus sakit
2. Perawatan bayi kurang bulan dan BBLR
3. Imunisasi

Makalah ini akan membahas mengenai asuhan keperawatan pada bayi neonatus sakit. Mengingat banyaknya permasalahan yang ditemui pada bayi baru lahir maka kami membatasi untuk membahas mengenai asfiksia dan hipertermia. Sesuai dengan data diatas disebutkan bahwa asfiksia merupakan penyebab kematian terbesar.

ASFIKSIA
Penilaian bayi pada kelahiran adalah untuk mengetahui derajat vitalitas fungsi tubuh. Derajat vitalitas adalah kemampuan sejumlah fungsi tubuh yang bersifat essensial dan kompleks untuk kelangsungan hidup bayi seperti pernafasan, denyut jantung, sirkulasi darah dan reflek-reflek primitif seperti menghisap dan mencari puting susu. Bila tidak ditangani secara tepat, cepat dan benar keadaan umum bayi akan menurun dengan cepat dan bahkan mungkin meninggal. Pada beberapa bayi mungkin dapat pulih kembali dengan spontan dalam 10 – 30 menit sesudah lahir namun bayi tetap mempunyai resiko tinggi untuk cacat.

Umumnya penilaian pada bayi baru lahir dipakai nilai APGAR (APGAR Score). Pertemuan SAREC di Swedia tahun 1985 menganjurkan penggunaan parameter penilaian bayi baru lahir dengan cara sederhana yang disebut nilai SIGTUNA (SIGTUNA Score) sesuai dengan nama tempat terjadinya konsensus. Penilaian cara ini terutama untuk tingkat pelayanan kesehatan dasar karena hanya menilai dua parameter yang essensial.

Tabel 2. Cara Menetapkan Nilai SIGTUNA
Yang Dinilai 2 1 0 Nilai
Pernafasan Teratur Megap-megap Tidak ada
Denyut jantung > 100/menit < 100/menit Tidak ada
Jumlah nilai = Nilai SIGTUNA

Derajat vitalitas bayi baru lahir menurut nilai SIGTUNA adalah : (a) tanpa asfiksia atau asfiksia ringan nilai = 4, (b) asfiksia sedang nilai 2 – 3, (c) asfiksia berat nilai 1, (d) bayi lahir mati / mati baru “fresh still birth” nilai 0.

Selama ini umumnya untuk menilai derajat vitalitas bayi baru lahir digunakan penilaian secara APGAR. Pelaksanaanya cukup kompleks karena pada saat bersamaan penolong persalinan harus menilai lima parameter yaitu denyut jantung, usaha nafas, tonus otot, gerakan dan warna kulit. dari hasil penelitian di AS nilai APGAR sangat bermanfaat untuk mengenal bayi resiko tinggi yang potensial untuk kematian dan kecacatan neurologis jangka panjang seperti cerebral palsy. Dari lima variabel nilai APGAR hanya pernafasan dan denyut jantung yang berkaitan erat dengan terjadinya hipoksia dan anoksia. Ketiga variabel lain lebih merupakan indikator maturitas tumbuh kembang bayi.

Penanganan asfiksia pada bayi baru lahir bertujuan untuk menjaga jalan nafas tetap bebas, merangsang pernafasan, menjaga curah jantung, mempertahankan suhu, dan memberikan obat penunjang resusitasi. Akibat yang mungkin muncul pada bayi asfiksia secara keseluruhan mengalami kematian 10 – 20 %, sedangkan 20 – 45 % dari yang hidup mengalami kelainan neurologi. Kira-kira 60 % nya dengan gejala sisa berat. Sisanya normal. Gejala sisa neurologik berupa cerebral palsy, mental retardasi, epilepsi, mikrocefalus, hidrocefalus dan lain-lain.

Diagnosa Keperawatan
Gangguan pertukaran gas

Data penunjang/Faktor kontribusi :
Oksigenasi yang adekuat dari bayi dipengaruhi banyak faktor seperti riwayat prenatal dan intrapartal, produksi mukus yang berlebihan, dan stress karena dingin. Riwayat prenatal dan intrapartal yang buruk dapat mengakibatkan fetal distress dan hipoksia saat masa adaptasi bayi. Pertukaran gas juga dapat terganggu oleh produksi mucus yang berlebihan dan bersihan jalan nafas yang tidak adekuat. Stress akibat dingin meningkatkan kebutuhan oksigen dan dapat mengakibatkan acidosis sebagai efek dari metabolisme anaerobik.

Tujuan :
Jalan nafas bebas dari sekret/mukus, pernafasan dan nadi dalam batas normal, cyanosis tidak terjadi, tidak ada tanda dari disstres pernafasan.

Intervensi :
• Amati komplikasi prenatal yang mempengaruhi status plasenta dan fetal (penyakit jantung atau ginjal, PIH atau Diabetes)
• Review status intrapartal termasuk denyut jantung, perubahan denyut jantung, variabilitas irama, level PH, warna dan jumlah cairan amnion.
• Kaji lama persalinan
• Catat waktu dan pengobatan yang diberikan kepada ibu seperti Magnesium sulfat atau Demerol
• Kaji respiratori rate
• Catat keadaan nasal faring, retraksi dada, respirasi grunting, rales atau ronchi
• Bersihkan jalan nafas; lakukan suction nasofaring jika dibutuhkan, monitor pulse apikal selama suction
• Letakkan bayi pada posisi trendelenburg pada sudut 10 derajat.
• Keringkan bayi dengan handuk yang lembut selimuti dan letakkan diantara lengan ibu atau hangatkan dengan unit pemanas
• Amati intensitas tangisan
• Catat pulse apikal
• Berikan sentuhan taktil dan stimulasi sensori
• Observasi warna kulit, lokasi sianosis, kaji tonus otot
Kolaborasi
• Berikan oksigen melalui masker, 4 - 7 lt/menit jika diindikasikan asfiksia
• Berikan obat-obatan seperti Narcan melalui IV
• Berikan terapi resusitasi
HIPOTERMI
Suhu normal pada neonatus berkisar antara 360C - 37,50C pada suhu ketiak. Gejala awal hipotermia apabila suhu < 360C atau kedua kaki dan tangan teraba dingin. Bila seluruh tubuh bayi teraba dingin, maka bayi sudah mengalami hipotermia sedang (suhu 320C - <360C). Disebut hipotermia berat bila suhu tubuh < 320C. Untuk mengukur suhu tubuh pada hipotermia diperlukan termometer ukuran rendah (low reading termometer) sampai 250C. Disamping sebagai suatu gejala, hipotermia dapat merupakan awal penyakit yang berakhir dengan kematian.

Yang menjadi prinsip kesulitan sebagai akibat hipotermia adalah meningkatnya konsumsi oksigen (terjadi hipoksia), terjadinya metabolik asidosis sebagai konsekuensi glikolisis anaerobik, dan menurunnya simpanan glikogen dengan akibat hipoglikemia. Hilangnya kalori tampak dengan turunnya berat badan yang dapat ditanggulangi dengan meningkatkan intake kalori.

Penanganan hipotermia ditujukan pada: 1) Mencegah hipotermia, 2) Mengenal bayi dengan hipotermia, 3) Mengenal resiko hipotermia, 4) Tindakan pada hipotermia.

Tanda-tanda klinis hipotermia:
a. Hipotermia sedang:
- Kaki teraba dingin
- Kemampuan menghisap lemah
- Tangisan lemah
- Kulit berwarna tidak rata atau disebut kutis marmorata
b. Hipotermia berat
- Sama dengan hipotermia sedang
- Pernafasan lambat tidak teratur
- Bunyi jantung lambat
- Mungkin timbul hipoglikemi dan asidosisi metabolik
c. Stadium lanjut hipotermia
- Muka, ujung kaki dan tangan berwarna merah terang
- Bagian tubuh lainnya pucat
- Kulit mengeras, merah dan timbul edema terutama pada punggung, kaki dan tangan (sklerema)

Diagnosa keperawatan
Perubahan suhu tubuh (potensial)

Data Penunjang/Faktor kontribusi :
Bayi baru lahir sering mengalami hipotermia karena ketidakmampuannya mempertahankan suhu tubuh, lemak subkutans yang belum sempurna, permukaan tubuh yang luas dibandingkan massa tubuh, dan suhu lingkungan yang dingin. Efek samping dari hipotermia dalam jangka waktu lama termasuk peningkatan kebutuhan akan oksigen sehingga terjadi hipoksia, acidosis, peningkatan metabolisme rate yang mengakibatkan hipoglikemia, release asam lemak bebas pada aliran darah yang diikuti dengan binding site bilirubin dengan albumin yang meningkatkan resiko jaundice dan kern ikterus. Vasokontriksi peripheral berlanjut menjadi acidosis metabolik, vasokontriksi pulmonal mengakibatkan kompensasi pernafasan dan mempengaruhi sirkulasi fetal dengan kegagalan duktus arteriosus dan foramen ovale untuk menutup dengan sempurna. Hal tersebut meningkatkan resiko morbiditas dan mortalitas.

Tujuan :
Temperatur dalam batas normal, bayi baru lahir terbebas dari tanda distress pernafasan dan stress karena dingin.

Intervensi
 Catat obat-obatan yang digunakan ibu selama prenatal dan periode intrapartal, catat adanya fetal distress atau hipoksia
 Keringkan kepala dan tubuh bayi, selimuti
 Tempatkan bayi diantara lengan ibu
 Catat temperatur lingkungan, minimalkan penggunaan AC.
 Kaji temperatur bayi, monitor temperatur secara kontinyu
 Observasi tanda-tanda stres karena dingin seperti penurunan temperatur kulit, peningkatan aktivitas, pleksi ekstremitas, palor, motling dan kulit dingin.
 Amati tanda distress pernafasan
Kolaborasi
 Berikan suport metabolik (glukosa atau buffer) sesuai indikasi
 Pertimbangkan rujukan ke NICU

ASKEP BAYI SEPSIS

ASKEP BAYI SEPSIS


A. Pengertian
Sepsis pada periode neonatal adalah suatu sindrom klinik yang ditandai dengan penyakit sistemik simtomatik dan bakteri dalam darah.

B. Etiologi dan Epidemiologi
Organisme tersering sebagai penyebab penyakit adalah Escherichia Coli dan streptokok grup B (dengan angka kesakitan sekitar 50 – 70 %), Stapylococcus aureus, enterokok, Klebsiella-Enterobacter sp., Pseudomonas aeruginosa, Proteus sp., Listeria monositogenes dan organisme yang anaerob.
Faktor-faktor dari ibu dan organisme diperoleh dari cairan ketuban yang terinfeksi atau ketika janin melewati jalan lahir (penyakit yang mempunyai awitan dini), bayi mungkin terinfeksi dalam lingkungannya atau dari sejumlah sumber dari rumah sakit (penyakit yang mempunyai awitan lambat)

C. Tanda dan gejala
Gejala infeksi sepsis pada neonatus ditandai dengan :
- Suhu tubuh yang abnormal (hiper- atau hipotermi),
- Ikterus,
- Kesulitan pernafasan,
- Hepatomegali,
- distensi abdomen,
- Anoreksia,
- Muntah-muntah, dan
- Letargi.
- Jaundice (sakit kuning)
- kejang

D. Diagnosis
Diagnosis sepsis tergantung pada isolasi agen etiologik dari darah, cairan spinal, air kemih atau cairan tubuh lain dengan cara melakukan biakan dari bahan-bahan tersebut.

E. Pengobatan
Bila dipikirkan diagnosis sepsis setelah pengambilan bahan untuk pembiakan selesai dilakukan, pembiakan dengan antibiotika harus segera dimulai. Pengobatan awal hendaknya tersendiri dari ampisilin dan gentamisin atau kanamisin secara intravena atau intramuskular.
Pengobatan suportif, termasuk penatalaksanaan keseimbangan cairan dan elektrolit, bantuan pernapasan, transfusi darah lengkap segar, transfusi leukosit, transfusi tukar, pengobatan terhadap DIC, dan tindakan-tindakan lain yang merupakan bantuang yang penting bagi pengobatan antibiotik.

F. Prognosis
Angka kematian pada sepsis neonatal berkisar antara 10 – 40 %. Angka tersebut berbeda-beda tergantung pada cara dan waktu awitan penyakit, agen atiologik, derajat prematuritas bayi, adanya dan keparahan penyakit lain yang menyertai dan keadaan ruang bayi atau unit perawatan.

G. Pencegahan
Peningkatan penggunaan fasilitas perawatan prenatal, perwujudan program melahirkan bagi ibu yang mempunyai kehamilan resiko tinggi, pada pusat kesehatan yang memiliki fasilitas perawatan intensif bayi neonatal dan pengambangan alat pengangkutan yang modern, mempunyai pengaruh yang cukup berarti dalam penurunan faktor ibu dan bayi yang merupakan predisposisi infeksi pada bayi neonatus. Pemberian antibiotik profilaktik dilakukan untuk mencegah terjadinya infeksi pada bayi neonatus.




FORMAT ASUHAN KEPERAWATAN BAYI
DENGAN SEPSIS


PENGKAJIAN

1. Identitas Klien
2. Riwayat Penyakit
a) Keluhan utama
Klien datang dengan tubuh berwarna kuning, letargi, kejang, tak mau menghisap, lemah.
b) Riwayat penyakit sekarang
Pada permulaannya tidak jelas, lalu ikterik pada hari kedua , tapi kejadian ikterik ini berlangsung lebih dari 3 mg, disertai dengan letargi, hilangnya reflek rooting, kekakuan pada leher, tonus otot meningkat serta asfiksia atau hipoksia.

c) Riwayat penyakit dahulu.
Ibu klien mempunyai kelainan hepar atau kerusakan hepar karena obstruksi.

d) Riwayat penyakit keluarga
Orang tua atau keluarga mempunyai riwayat penyakit yang berhubungan dengan hepar atau dengan darah.

3. Riwayat Tumbuh Kembang
a) Riwayat prenatal
Anamnesis mengenai riwayat inkompatibilitas darah, riwayat transfusi tukar atau terapi sinar pada bayi sebelumnya, kehamilan dengan komplikasi, obat yang diberikanpd ibu selama hamil / persalinan, persalinan dgntindakan / komplikasi.

b) Riwayat neonatal
Secara klinis ikterus pada neonatal dapat dilihatsegera setelah lahir atau beberapa hari kemudian. Ikterus yang tampakpun ssngat tergantung kepada penyebeb ikterus itu sendiri. Bayi menderita sindrom gawat nafas, sindrom crigler-najjar, hepatitis neonatal, stenosis pilorus, hiperparatiroidisme, infeksi pasca natal dan lain-lain.

4. Riwayat Imunisasi

5. Pemeriksaan Fisik
a) Inspeksi
• Kulit kekuningan
• Sulit bernafas
• Letargi
• Kejang
• Mata berputar

b) Palpasi
• tonos otot meningkat
• leher kaku

c) Auskultasi

d) Perkusi

6. Studi Diagnosis
Pemeriksaan biliribin direct dan indirect, golongan darah ibu dan bayi, Ht, jumlah retikulosit, fungsi hati dan tes thyroid sesuai indikasi.

7. Prioritas masalah
1) Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan peningkatan kadar bilirubin yang ditandai dengan :
• Kulit bayi kekuningan
• Bilirubin total : 4,6
• Bilirubin direct : 0,3
• Bilirubin indirect : 4,3

Tujuan
Bayi akan terhindar dari kerusakan kulit

Intervensi
 Catat kondisi selama diberikan sinar setiap 6 jam dan laporkan bila perlu.
 Monitor baik langsung atau tidak langsung tingkat bilirubin
 Jaga kulit bayi agar tetap bersih dan kering

Rasional
 Untuk mengetahui kondisi bayi, sehingga dapat melakukan intervensi lebih dini.
 Untuk menilai kondisi kekuningan pada kulit
 Menurunkan iritasi dan resiko kerusakan kulit.

2) Resiko tinggi injuri (internal) berhubungan dengan kerusakan hepar sekunder fisioterapi di tandai dengan:
• Kulit bayi terlihat kekuningan

Tujuan:
Injuri tidak terjadi

Intervensi:
 monitor kadar bilirubin sebelum melakukan perawatan dengan sinar, laporkan bila ada peningkatan
 inspeksi kulit, urine tiap 4 jam untuk melihat warna kekuningan, laporkan apa yang terjadi

Rasional:
 mengetahui kadar bilirubin serta membantu keefektifan pemberian terapi
 mengetahui seberapa besar kadar bilirubin

3) Cemas berhubungan dengan ketidaktahuan tentang perjalanan penyakit dan therapi yang diberikan pada bayi.

Data Subyektif:
• • Klien/keluarga selalu menanyakan tindakan yang akan diberikan.
• Data Obyektif :
• • Orang tua tampak cemas
• • Ibu tampak takut saat melihat keadaan bayinya.

Tujuan:
Orang tua menegerti tentang perawatan, keluarga dapat ber- partisipasi meng- identifikasi gejala-gejala untuk men- yampaikan pada tim kesehatan

Intervensi
 Kaji pengetahuan keluarga tentang perawatan bayi ikterus
 Berikan penjelasan tentang:
 Penyebab ikterus, proses terapi, dan perawatanya.
 Berikan penjelasan setiap akan melakukan tindakan .
 Diskusikan tentang keadaan bayi dan program-program yang akan dilakukan selama di rumah sakit
 Ciptakan hubungan yang akrab dengan keluarga selama melakukan perawatan



Rasional
 Memberikan bahan masukan bagi perawat sebelum me- lakukan pendidikan kesehat- an kepada keluarga
 Dengan mengerti penyebab ikterus, program terapi yang diberikan keluarga dapat menerima segala tindakan yang diberikan kepada bayinya.
 Informasi yang jelas sangat penting dalam membantu mengurangi kecemasan keluarga
 Komunikasi secara terbuka dalam memecahkan satu per-masalahan dapat mengurangi kecemasan keluarga.
 Hubungan yang akrab dapat meningkatkan partisipasi keluarga dalam merawat bayi ikterus



Daftar Pustaka :

- Ngastiyah, 1997, Perawatan Anak Sakit, EGC, Jakarta.
- Tucker Susan Martin, at al.,1999, Standar Perawatan Pasien, Proses Keperawatan, Diagnosis dan evaluasi, EGC, Jakarta.
- Dongoes, Marlynn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC

askep bayi prematur

ASUHAN KEPERAWATAN
PADA BAYI S. P DENGAN PREMATUR/BBLR/ SEDANG
MASA KEHAMILAN DI RUANG NEONATOLOGI
RSUD DR. SOETOMO SURABAYA



OLEH :
SUBHAN
NIM 010030170 B










PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
2003

LEMBAR PENGESAHAN


Laporan Asuhan Keperawatan Anak dengan judul:
ASUHAN KEPERAWATAN PADA BAYI S. P DENGAN PREMATUR/BBLR/ SE-DANG MASA KEHAMILAN DI RUANG NEONATOLOGI RSUD DR. SOETOMO SURABAYA

Telah mendapat persetujuan dari Pembimbing Klinik dan Akademik.





Menyetujui:
Pembimbing Klinik Pembimbing Akademik:





SUMARSINI YESSY DESSY ARNA, Skp
NIP. NIP.

Mengetahui
Kepala Ruangan Neonatologi/
Pembimbing Klinik:





SRI MURYATI
NI

Nama Mahasiswa : Subhan Ruangan : Neonatologi
NIM : 010030170 B No. Register : 10067232
Pengkajian diambil tgl. : 24 Juli 2001 Jam : 08.00 wib
P. 140 051 600

ASUHAN KEPERAWATAN PADA BAYI S. P
DENGAN PREMATUR/BBLR/SEDANG MASA KEHAMILAN
DI RUANG NEONATOLOGI RSUD DR. SOETOMO SURABAYA


I. IDENTITAS KLIEN:
Nama : By. S. P
Jenis Kelamin : Perempuan
Tempat Tgl. Lahir : Surabaya, 20 Juli 2001
Umur : 4 hari
Anak Ke : Satu (pertama)
Nama Ayah : Tn. W
Nama Ibu : Ny. S. P
Pendidikan Ayah: SLTA
Pendidikan Ibu : SLTA
Agama : Kristen
Suku/Bangsa : Jawa/Indonesia
Alamat : Kedung Rukem Tengah No. 4
Tanggal MRS : 21 Juli 2001 (di Ruang Neonatologi)
Diagnosa Medis : NP/BBLR/SMK
Sumber Informasi: Status/rekam medik

II. RIWAYAT KEPERAWATAN
1. Riwayat Keperawatan Sekarang (PRESENT ILLNESS)
1.1 Keluhan utama : bayi lahir prematur (35 minggu), BBLR (2100 gram), melalui SC (Sectio Caesar).
1.2 Lama keluhan : 4 hari.
1.3 Akibat timbulnya keluhan : bayi dirawat terpisah dari ibu secara inten- sif.
1.4 Faktor yang memperberat : tidak ada.
1.5 Upaya untuk mengatasi : dirawat di Ruang Neonatologi.
1.6 Lainnya : tidak ada.
2. Riwayat Keperawatan Sebelumnya (PAST HISTORY)
(1) Prenatal : ibu eklamsi.
(2) Natal : lahir melalui sectio caesaria.
(3) Post-Natal : apgar score 7-9; BB= 2100 gram; PB= 47 cm; LK= 32 cm; LD= 30 cm; LLA= 12 cm.
Luka/operasi : tidak ada.
Alergi : tidak ada.
Pola kebiasaan : tidak terkaji.
Tumbuh kembang : tidak dikaji.
Imunisasi : belum diimunisasi.
Status gizi : baik, penurunan BB= 2100 gram menjadi 2000 gram.
Psikososial :
Psikosexual : tidak dikaji
Interaksi :
Lainnya :
3. Riwayat Kesehatan Keluarga
Komposisi keluarga : belum bertemu orangtua klien. Klien tinggal bersama ayah, ibu & pem-bantu.
Lingkungan rumah dan komunitas : tinggal di kampung yang padat penduduknya.
Pendidikan dan pekerjaan anggota keluarga: ayah tamatan SLTA & bekerja swasta dengan dibantu oleh ibu.
Kultur dan kepercayaan : adat Jawa.
Fungsi dam hubungan keluarga : klien merupakan anak pertama sehingga keluarga berharap banyak.
Perilaku yang dapat mempengaruhi kesehatan: ibu belum dapat me- nyusui klien.
Persepsi keluarga tentang penyakit klien: keluarga pasrah terhadap apa yang terjadi & menerima-nya.
Lainnya : tidak dikaji.

III. PEMERIKSAAN FISIK (Head to toe)
1. (Khusus Neonatus)
1.1 Reflek moro : positif.
1.2 Reflek menggenggam : positif, lemah.
1.3 Reflek menghisap : positif, namun masih lemah.
1.4 Tonus otot/aktifitas : positif.
1.5 Kekuatan menangis : kuat.
2. (Anak dan Neonatus)
2.1 Keadaan umum : menangis kuat, lemah.
2.2 Tanda-tanda vital : HR= 140x/mnt, RR= 38x/mnt, suhu= 36,5oC.
2.3 Kepala dan wajah : LK= 32 cm, rambut tipis, terdapat lanugo, tidak ada cephal hematom, fontanella tidak menonjol.
2.4 Mata : mengeluarkan sekret banyak, terutama mata kiri, berkedip bila terpapar cahaya.
2.5 Telinga : reflek terkejut positif.
2.6 Hidung : dapat bersin
2.7 Mulut : mukosa kering.
2.8 Tenggorokan : tidak ada kelainan.
2.9 Leher : tidak ada kelainan.
2.10 Dada : LD= 30 cm.
2.11 Paru-paru : Ves/vel, ronchi -/-; wheezing -/-, RR= 38x/mnt.
2.12 Jantung : S1 S2 tunggal, murmur positif sistole, HR= 140x/mnt.
2.13 Abdomen : SOEPL, terdengar bunyi bising usus, tali pusat masih basah, tidak terdapat distensi abdomen.
2.14 Ginjal : tidak ada kelainan.
2.15 Genetalia : jenis kelamin perempuan.
2.16 Rektum : terdapat anus, iritasi/kemerahan di sekitar anus.
2.17 Extremitas : plantar crease > 1/3 anterior.
2.18 Punggung : tidak terdapat spina bifida.
2.19 Neurologi : tidak ada kelainan.
2.20 Endokrin : tidak ada kelainan.

IV. POLA FUNGSI KESEHATAN
1. Nutrisi dan metabolisme : ASI/PASI 12x25 cc.
2. Eliminasi : BAB/BAK biasa.
3. Istirahat dan tidur : cukup ( 18 jam sehari).
4. Aktifitas dan latihan : lemah.
5. Lainnya : tidak dikaji.

V. PEMERIKSAAN PENUNJANG (DIAGNOSTIK TEST)
1. Laboratorium :
- GDA= 82 mg/L.
- Leukosit= 6600 x 109/L.
- Hb= 24,0 gr/DL.
- Diff Eosinofil:
• SC= 73
• Ly= 27
- Thrombosit= cukup.
2. Foto : tidak ada.
3. Lainnya : HV/A, B = 16,8 mg%.
VI. PROGRAM TERAPI
Tanggal 24 Juli 2001:
- /B15 12 x 25 cc s/d 12 x 40 cc + extra.
- Thermoregulasi.
Tanggal 26 Juli 2001:
Fototherapy:
- 1x12 jam I.
- 1x 24 jam II.

I. ANALISA DATA

No/
Tgl DATA KEMUNGKINAN PENYEBAB MASALAH DIAGNOSA
1.
24/7/
2001 S: Bayi tidak aktif, lemah
O: -Suhu= 36oC. -RR= 38x/mnt, -HR= 140x/ mnt.
-Kulit dingin.
Immaturitas, transisi lingkungan, ekstra uterus neonatus. Risiko hipo-termia. Risiko hipotermia berhubungan de-ngan immaturitas, transisi lingkungan ekstra uterus neo-natus.


2.
24/7/
2001 S: Lemah ser-ta cengeng
O: -Reflek me-ngisap ma-sih lemah.
-NGT ter-pasang.
-BB= 2000 gr.
-Ada mun-tah  5-10 cc.
Letargi sekunder akibat prematuritas. Ketidakefektifan pola pem-berian makan bayi. Ketidakefektifan pola pemberian ma-kan bayi berhubu-ngan dengan le-thargi sekunder a-kibat prematuritas.


3.
24/7/
2001 S= tidak dikaji.
O: -Kulit dise-kitar anus kemerahan
-Lembab pada dae-rah genital & anus.
-BAB/BAK +.
Kerentanan terha-dap infeksi nosoko-mial efek iritan ling-kungan sekunder. Risiko terha-dap kerusa-kan integritas kulit. Risiko kerusakan integritas kulit ber-hubungan dengan kerentanan terha-dap infeksi nosoko-mial, efek iritan lingkungan sekun-der.

4.
25/7/
2001 S: Klien agak ce-ngeng.
O: -Mukosa bi-bir kering.
-Turgor kulit masih baik.
-BB= 2000 gr.
-Klien menda-
pat fotothera-py pada tgl. 26 Juli 2001 sebanyak 2 seri. Immaturitas, radiasi lingkungan, kehila-ngan melalui kulit/ paru. Ketidakseim-bangan cair-an & elektrolit Ketidakseimbang-an cairan berhu-bungan dengan immaturitas, radi-asi lingkungan, kehilangan melalui kulit/paru.
5.
25/7/
2001 S: tidak dikaji.
O: -Tubuh ku-ning.
-Tali pusat masih ba-sah.
-Umur 4 hari, lahir prema-tur.
-Belum men-dapat imu-nisasi. Kerentanan bayi/ immaturitas, baha-ya lingkungan, luka terbuka (tali pusat). Risiko terha-dap infeksi. Risiko terhadap infeksi berhubu-ngan dengan ke-rentanan bayi/im-maturitas, bahaya lingkungan, luka terbuka (tali pusat).


II. ASUHAN KEPERAWATAN

No/
Tgl DIAGNOSA RENCANA INTERVENSI RASIONAL Jam IMPLEMENTASI EVALUASI
1.

24/7/
2001 Risiko hipotermia berhubungan de-ngan immaturi-tas, transisi ling-kungan ekstra u-terus neonatus.

Tujuan:
Hipotermia tidak terjadi.

Kriteria Hasil:
- Mempertahan-kan suhu ling-kungan tetap normal.
- Bayi tidak ke-dinginan. 1. Tempatkan bayi di bawah pemanas/inkubator.
2. Pertahankan suhu ruang perawatan.

3. Kaji suhu rectal/axilla setiap 2 jam bila per-lu.


4. Kaji status infant yang menunjukkan stress dingin.


5. Hindarkan meletak-kan bayi dekat deng-an sumber dingin/ daerah terbuka. 1. Agar suhu tubuh bayi tetap stabil.

2. Agar lingkungan tidak mempengaruhi kondi-si klien.
3. Untuk memantau su-hu tubuh bayi, bila a-da perubahan dapat segera di lakukan tindakan.
4. Untuk mengetahui sedini mungkin bila ada riwayat/keadaan yang stress terhadap dingin.
5. Agar terhindar dari penurunan suhu tu-buh secara menda-dak akibat pengaruh lingkungan.
0715



0820



S/D






1020

1040
24 Juli 2001:
- Mengatur suhu in-kubator.
- Mengukur suhu tu-buh klien= 36,4oC.
- Memantau suhu lingkungan.
- Menghindarikan bayi dari sumber dingin dengan me-makaikan pakaian/ popok yang kering.
- Memberikan ma-kan melalui sonde susu 25 cc tiap 2 jam.
- Memberikan susu melalui botol.
- Mengkaji kebutu-han nutrisi klien.
S: tidak dikaji.
O: -Klien tetap ha-ngat, suhu= 36,7oC.
-Akral hangat.
A: Masalah terata-si sebagian.
P: Teruskan ren-cana intervensi.
2.

24/7/
2001 Ketidakefektifan pola pemberian makan bayi ber-hubungan dengan lethargi sekunder akibat prematuri-tas.

Tujuan:
Pola pemberian makan bayi efek-tif.

Kriteria Hasil:
- Bayi meneri-ma nutrisi de-ngan adekuat.
- Bayi dapat ma-kan tanpa ban-tuan sonde.
- Reflek mengi-sap bayi terus meningkat se-hingga dapat di berikan per oral.
1. Kaji pola makan bayi & kebutuhan nutrisi.


2. Diskusikan dengan orangtua mengenai pemberian ASI.
3. Berikan intervensi spesifik untuk mening katkan pemberian makan per oral yang efektif selain melalui sonde.
4. Tingkatkan pemberi-an makan per oral & penurunan pemberi-an makan enteral se-jalan dengan makin efektifnya bayi makan /minum melalui mulut 1. Agar dapat diketahui secara tepat pola ma-kan & kebutuhan nut-risi bayi.
2. Keterlibatan orangtua sangat diperlukan secara aktif.
3. Agar kemampuan ba-yi untuk makan/ mi-num dapat dilakukan per oral.


4. Meningkatkan ke-mampuan bayi ma-kan per oral.



1115


1120

1230
24 Juli 2001:
- Mengganti popok/ pakaian bayi bila basah.
- Memberikan masa-se pada daerah yang tertekan.
- Menimbang BB (2000 gr).
- Mengkaji TTV:
Suhu= 36,7oC, HR= 144x/mnt, RR= 36x/ mnt.

S: tidak dikaji.
O:- PASI diberikan personde & per oral, 40 cc + extra.
-Reflek menghi-sap mulai kuat.
A: Masalah belum teratasi seluruh-nya.
P: Rencana inter-vensi tetap dite-ruskan.
3.

24/7/
2001 Risiko kerusakan integritas kulit berhubungan de-ngan kerentanan terhadap infeksi nosokomial, efek iritan lingkungan sekunder.


Tujuan:
Integritas kulit ba-ik.

Kriteria Hasil:
- Iritasi pada dae-rah perineal mi-nimal.
- Popok/pakaian tidak dibiarkan lembab & basah
1. Ganti popok/pakaian bayi setiap kali basah

2. Berikan talk setiap mengganti popok/pa-kaian.

3. Masase dengan lem-but kulit yang sehat, terutama pada dae-rah yang tertekan.
4. Monitor terus kondisi/ perubahan yang ter-jadi. 1. Untuk mencegah ter-jadinya kelembaban aki-bat kencing bayi.
2. Untuk menghindari iritasi terutama pada daerah sekitar anus/ perineal.
3. Untuk merangsang sirkulasi.


4. Agar dapat diketahui kondisi kulit klien & dapat dilakukan in-tervensi secepatnya.
0720









0920


1030


1120


1210


1245 25 Juli 2001
- Mengukur suhu tu-buh klien & suhu lingkungan.
- Mengkaji status in-fant, apakah terda-pat stress terhadap dingin.
- Mengganti popok/ pakaian bayi yang basah.
- Memberikan susu botol & sonde 30 cc tiap 2 jam.
- Melakukan masase dengan lembut pa-da punggung bayi.
- Menghitung kebutu-han cairan bagi kli-en.
- Mengukur TTV: su-hu= 36,8oC, HR= 148x/mnt, RR= 40x/ mnt.
- Mendiskusikan de-ngan orangtua apa-kah klien bisa dibe-rikan ASI langsung dari ibunya (ternya-ta tidak bisa karena ASI tidak keluar.
S: tidak dikaji.
O: - Kulit disekitar anus masih kemerahan/iri-tasi.
- Popok/pakaian selalu diganti.
A: Masalah teratasi sebagian.
P: Rencana inter-vensi tetap di teruskan.
4.

25/7/
2001 Ketidakseimbang-an cairan berhu-bungan dengan immaturitas, radi-asi lingkungan, kehilangan mela-lui kulit/paru.


Tujuan:
Mempertahankan keseimbangan cairan & elektrolit. 1. Berikan cairan sesuai kebutuhan bayi & usia.

2. Timbang BB setiap hari.


3. Monitor & catat intake –output setiap hari, bandingkan jumlah untuk menentukan status ketidakseimba-ngan.
4. Pertahankan suhu lingkungan tetap nor-mal.


5. Kaji tanda-tanda peningkatan kebutuhan cairan & TTV:
- Peningkatan suhu tubuh.
- Hipovolemik shock.
- Sepsis.
- Asfiksia & hipoksia.
6. Monitor laboratorium. 1. Untuk mencegah/ menghindari terjadi-nya ketidakseimba-ngan cairan.
2. Untuk memantau a-pabila terjadi peruba-han, sehingga dapat segera diatasi.
3. Upaya pencegahan sedini mungkin bila terjadi ketidakseim-bangan.


4. Untuk mencegah terjadinya kehilangan cairan karena pe-ningkatan/penurunan suhu tubuh.
5. Untuk dilakukan upa-ya pencegahan & pe-nanganan sedini & setepat mungkin.





6. Untuk memantau per-kembangan/peruba-han yang terjadi se-cepat mungkin, teru-tama bila ada kecu-rigaan terjadinya ke-tidakseimbangan ca-iran.
0725


0845



0935
S/D






1025

1100






S/D













1130

1245 26 Juli 2001:
- Mengukur suhu tu-buh & suhu inkuba-tor.
- Menyarankan orang tua untuk membe-suk klien & membe-rikan perhatian.
- Memberikan susu botol & sonde tiap 2 jam.
- Setiap mengganti popok/pakaian me-mantau keadaan tali pusat serta tan-da-tanda infeksi.
- Menimbang BB= 2000 gram.
- Monitor tanda-tan-da terjadinya gang-guan keseimbang-an cairan.
- Melakukan tindakan sesuai prosedur pencegahan infeksi, seperti:
• cuci tangan se-belum & sesu-dah memegang klien.
• Membatasi/me-ngurangi inte-raksi dengan klien.
• Menerapkan teknik steril seti-ap melakukan prosedur pada klien.
- Mengambil spesi-men darah.
- Monitor TTV: suhu= 37,1oC, HR= 140x/ mnt, RR= 40x/mnt.
S: tidak dikaji.
O: -Klien menda-pat terapi foto- terapi seba-nyak 2 seri.
-Intake diting-katkan, PASI 12x40 cc + extra.
-Mukosa ke-ring, klien ce-ngeng.
A: Masalah belum teratasi.
P: Rencana inter-vensi tetap di teruskan.
5.

25/7/
2001 Risiko terhadap infeksi berhubu-ngan dengan ke-rentanan bayi/im-maturitas, bahaya lingkungan, luka terbuka (tali pu-sat).

Tujuan:
Infeksi dapat di cegah. 1. Berikan lingkungan yang melindungi klien dari infeksi seperti:
• cuci tangan sebe-lum menyentuh klien.
• Ikuti protap isolasi pada bayi.
• lakukan/terapkan teknik steril saat melakukan tinda-kan pada bayi.
2. Kaji perubahan suhu tubuh serta tanda/ge-jala klinis yang timbul
3. Monitor hasil peme-riksaan laboratorium.

4. Monitor tanda-tanda terjadi infeksi & pan-tau serta rawat tali pusat bayi secara benar. 1. Agar bayi terhindar dari risiko terjadinya infeksi.









2. Untuk mengetahui setiap perubahan yang terjadi.
3. Untuk mengetahui apabila terjadi infeksi secara dini.
4. Agar tanda & gejala terjadinya infeksi da-pat segera diketahui.

0710


S/D



0910


0920







1255 27 Juli 2001:
- Mengukur suhu tubuh.
- Mengganti popok/ pakaian bayi.
- Mencuci tangan se-belum & sesudah memegang klien.
- Memberikan susu botol & sonde 40 cc/ 2 jam + extra.
- Mengatur posisi klien untuk pembe-rian fototerapi.
- Menimbang BB= 2000 gr.
- Observasi keadaan umum & suhu klien setiap 3 jam.
- Mengukur TTV: suhu= 37,2oC, HR= 144x/ mnt, RR= 40 x/mnt.

S: tidak dikaji.
O: -Tubuh klien terlihat kuning.
-Suhu= 37,2oC, HR= 144x/ mnt, RR= 40 x/mnt.
-Leukosit= 6600.
A: Masalah belum teratasi.
P: Rencana inter-vensi tetap dite-ruskan.

Apakah lupus itu?

Apakah lupus itu? Sistemik Lupus Eritematosus, atau yang lebih dikenal dengan nama lupus, merupakan penyakit otoimun, yang artinya antibodi yang dibentuk dalam tubuh penderita, justru merusak organ tubuh sendiri. Di dalam tubuh manusia terdapat sistem kekebalan tubuh berupa antibodi. Sistem kekebalan ini berfungsi untuk melindungi tubuh manusia dari serangan antigen, yang berupa bakteri, virus atau mikroba lainya. Pada lupus, oleh suatu sebab yang belum diketahui, sistem kekebalan tubuh itu justru menjadi liar dan menyerang organ tubuh yang seharusnya dilindungi. Di seluruh dunia diperkirakan terdapat lebih dari 5 juta pasien lupus dan setiap tahun ditemukan lebih dari 100.000 penderita baru, baik usia anak-anak, dewasa, laki-laki maupun perempuan.
Apa saja gejala dari lupus? Gejala dari penyakit lupus dibedakan atas gejala umum dan gejala pada organ tertentu. Gejala umum yang sering ditemukan antara lain seperti demam, pegal-pegal, rasa lemah, dan menurunya nafsu makan yang dikuti dengan turunya berat badan. Pada wanita dapat terjadi gangguan pada siklus menstruasi bahkan hingga tidak mengalami menstruasi sama sekali.

Organ-organ yang dapat terkena pada penyakit lupus antara lain:
1. Kulit
Pada 80% penderita ditemukan kelainan kulit berupa ruam/rash yang berbentuk seperti kupu-kupu pada kedua pipi (buterfly rash). Di bagian tubuh lainnya terdapat bercak merah berbentuk cakram dan terkadang bersisik. Kerontokan rambut dan sariawan merupakan gejala lain yang sering ditemukan. Kalau dilihat secara utuh, penderita lupus dengan gejala-gejala tadi akan tampak mirip monster.
2. Jantung
Pada jantung dapat terjadi radang pada otot jantung (miokarditis), radang pada selaput luar pembungkus jantung (perikarditis), kerusakan/insufisiensi katup jantung (biasanya katup aorta dan mitral), bahkan sampai kematian pada otot jantung (infark miokard).
3. Paru-paru
Pada 2/3 kasus lupus didapatkan penimbunan cairan pada selaput pembungkus paru (efusi pleura). Dapat juga terjadi radang pada selaput pembungkus paru (pleuritis) yang menyebabkan penderita mengalami demam, batuk, nyeri dada dan sesak nafas.
4. Saluran Pencernaan
Gejala yang ditemui pada saluran pencernaan dapat berupa mual, muntah, menurunya nafsu makan, diare, atau sukar buang air besar. Hati dapat membesar dan meradang yang dapat berlanjut hingga perforasi abdomen.
5. Ginjal
Kelainan pada ginjal ditemukan pada kurang lebih 30% dari penderita lupus. Terjadi gangguan fungsi ginjal yang mengakibatkan tidak dapat dikeluarkannya racun hasil metabolisme dan banyaknya kandungan protein dalam urin.
6. Sistem saraf
Kelainan pada sistem saraf dapat berupa sakit kepala sebelah yang mirip dengan migren (migraine-like headache), gangguan peredaran darah otak, perdarahan subaraknoid dan epilepsi. Selain itu lupus juga dapat menimbulkan gangguan psikiatri seperti cemas, gangguan mood, emosi labil, depresi, serta menurunya fungsi memori seseorang.
7. Sendi
Keterlibatan sendi terjadi pada 90% penderita. Dapat terjadi pembengkakan pada jaringan ikat, terutama pada jari-jari tangan, tangan dan pergelangan tangan, yang nyeri dengan atau tanpa disertai kemerahan.
8. Sistem otot
Nyeri otot biasanya ditemukan pada 50% penderita lupus. Selain itu dapat pula ditemukan adanya penurunan massa otot (atrofi otot) yang dapat menyebabkan kelemahan pada banyak otot-otot dalam tubuh.
Bagaimana mendiagnosis lupus? American Rheumatology Association (ARA) membuat 11 kriteria untuk dapat menegakkan diagnosis lupus. Diagnosis dapat ditegakan bila pada penderita ditemukan 4 dari 11 kriteria yang ada. Kriteria lupus menurut ARA tersebut meliputi:
1. Ruam/rash yang kontinyu (Malar rash)
2. Ruam/rash yang berbentuk bulat (Discoid rash)
3. Peka terhadap rangsangan cahaya (Photosensitivity)
4. Ulkus atau luka pada mulut dan bagian belakang hidung (nasofaring)
5. Radang sendi yang non-erosif (non-erosive arthritis)
6. Pleuritis atau Perikarditis
7. Gangguan pada ginjal dengan ditemukanya protein pada urin (proteinuria) >0,5g/hari
8. Kelainan neurologis pada penderita
9. Kelainan darah, yaitu anemia hemolitik dimana terjadi penurunan jumlah sel darah putih (lekopenia) <4.000/mm3 atau penurunan jumlah keeping darah (trombositopenia) <100.000/mm3
10. Kelainan imunologis dimana ditemuka sel LE atau anti DNA pada pemeriksaan serologis
11. Nilai abnormal dari Antinuclear Antibody (ANA) yang didapatkan dari pemeriksaan imunoflorescent
Bagaimana pengobatan lupus? Pengobatan untuk lupus adalah dengan menggunakan imunosupresan (obat yang menekan sistem imun), yaitu obat dari golongan kortikosteroid. Selain itu dapat juga dipakai obat-obat golongan lain untuk mengatasi gejala lupus, seperti obat golongan anti inflamasi non steroid (OAINS) untuk mengatasi keluhan nyeri dan bengkak sendi, obat anti malaria untuk mengatasi gejala pada kulit, rambut, dan otot, atau golongan obat-obatan yang lainya.

Penggunaan obat-obat tadi harus dengan pertimbangan matang mengingat efek samping yang ditimbulkan. Obat kortikosteroid, misalnya, bisa memberi efek samping berupa wajah membulat (moonface), osteoporosis, diabetes melitus, hipertensi, gangguan lambung, dan sebagainya. OAINS menimbulkan gangguan lambung, ginjal, darah, dan sebagainya. Obat antimalaria memberi dampak gangguan penglihatan.
Pengobatan lupus dengan Complementary Alternative Medicine Mengingat banyaknya efek samping yang ditimbulkan oleh obat untuk mengontrol lupus, maka penelitian-penelitian digalakan untuk mencari bahan-bahan alami yang dapat mengontrol lupus tanpa menimbulkan efek samping pada pemakainya. Dari penelitian, ditemukan bahwa terdapat 2 jenis jamur yang berguna untuk mengontrol lupus, yaitu Ganoderma lucidum dan Phellinus linteus.

Sistem imun tubuh manusia terdiri dari sel limfosit T, sel limfosit B, dan makrofag. Sel limfosit T memainkan peranan penting dalam timbulnya manifestasi Lupus, dimana terjadi hiperaktivasi (aktivitas yang berlebihan) dari sel T, dan ketidakmampuan sel Treg, yang berguna untuk regulasi aktivitas dari sel T, untuk mengontrol aktivitas dari sel T. Hal tersebut akan mengakibatkan terjadinya reaksi otoimun. Ganoderma lucidum dan Phellinus linteus bekerja dengan cara mengaktifkan sel limfosit Treg sehingga hipereaktivitas dari sel limfosit T dapat ditekan. Apabila hal ini terjadi maka manifestasi dari penyakit lupus pun dapat dikontrol.
Gbr 1. Mekanisme kerja Ganoderma lucidum dan Phellinus linteus pada SLE

PERTOLONGAN PERTAMA PADA KECELAKAAN

PERTOLONGAN PERTAMA PADA KECELAKAAN

Kedaruratan medic dapat terjadi pada seseorang pada setiap dan dimana saja. Ke daruratan medic dapat berupa :
- Serangan penyakti.
- Kecelakan.
- Bencana alam.
Keadaan ini membutuhkan pertolongan segera yang dapat berupa pertolongan pertama sampai pertolongan selanjutnya secara mantap dirumah sakit. Tindakan tersebut dimaksudkan untuk menyelamatkan jiwa, mencegah dan membatasi cacat serta meringakan penderitaan.
Sikap penolong / Hal-hal penting yang harus diperhatikan terhadap korban :
1. Pernapasan dan denyut jantung.
Bila pernapasan penderita berhenti, segera kerjakan pernapasan buatan secara efektif, lakukan pernapasan mulut ke mulut dan bersama dengan ini deteliti apakah ada penghentian denyut jantung.
2. Pendarahan.
Lakukaan usaha – usaha menghentikan pendarahan terutama pendarahan dari pembuluh darah besar.
3. Syok
Perhatikan tanda – tanda syok serta penanggulangannya.
4. Cegah aspirasi terhadap muntahan penderita dengan posisi penderita miring pada salah satu sisi tubuh atau ditelungkup.
5. Jangan terburu-buru memindahkan korban dari tempatnya sebelum dipastikan sarana angkutan yang memadai.

I. Kedaruratan Sistim Pernapasan :

1. Epistaksis
Epistakasis atau perdarahan dari rongga hidung sering dijumpai dan sebagian besar akan berhenti spontan atau oleh tindakan sederhana seperti penekanan hidung. Sebab Epistakasis.
A. Sebab Lokal :
1. Trauma : Berbangkis, mengorek kuping, terpukul, iritasi gas, benda asing.
2. Infensik : Rinitis, Sinusitis, Granuloma.
3. Noeplasma.
4. Kongenital.

B. Sebab Sistematis :
1. Kardiovaskuler hipertensi
2. Kelainan darah : hemofili, leukemia
3. Infeksio tifoid, influenza, morbili.
4. Perubahan tekanan atmosfir .
5. Endolinas.




Penatalaksanaan / Prinsip :
1. Penghentiaan Pendarahan.
2. Mencegah Komplikasi
3. Mencegah berulang dengan mencari penyebab.

2.Obstruksi Jalan Nafas
Penyebabnya :
1. Cidera jalan nafas karena infeksi, alergi.
2. Benda asing
3. Tumor
4. Trauma daerah laring
5. Kelumpuhan otot pita suara
6. Kelainanan hongenital.

Gejala dan tanda dibagi IV Stadium :

I. Sesaknafas, Stridor inspirasi, Retraksi supra keadaan umum baik,
II. Stadium I + retraksi epigastrium ; penderita mulai gelisah.
III. Gejala stadium II + retraksisupra/infraklafikular, penderita sangat gelisah dan sianotik.
IV. Gejala stadium III + retraksi interkosal, penderita berusaha sekuat tenaga untuk menghirup udara : lama kelamaan terjadi paralisis pusat pernapasan, penderita menjadi apatik dan akhirnya meninggal.

Penatalaksanaan:
Bila disebabkan oleh benda asing (missal terdesak makanan) usahakan dikelurkan segara Heimlich maneuver:

A. Penderita dalam posisi duduk/berdiri :
1. – Penolong duduk /berdiri di belakang derita
- Lingkaran kedua tangan, mengelilingi pinggang penderita.
- Buat kepalan dengan satu tangan lain mencekap kepalan tersebut ibu jari menghadap
Perut dan diletakan di epigastrum.
- Lakukan pendorongan dengan kuat dan cepat kearah atas.
- Tindakan ini dapat diulang beberapa kali.
2. Bila tidak berhasil, coba kait benda asing tersebut dengan jari yang dimasukan ke dalam larings.
3. Bila sulit atau benda asing terletak dalam, penderita dibungkukan dan dilakukan penepukan kuat di punggung dianatara kedua scapula.
B. Penderita dalam posisi terlentang:
1. – penolong duduk/berdiri diatas penderita dengan kedua lutut di smaping kiri dan kanan tubuh
Penderita
- Satu telapak tangan diletakan di epigastrum penderita penderita, telapak tangan yang lain
di atasnya
- Lakukan penekanan dengan kuat dan cepat ke atah atas.
- Tindakan ini dapat diulang beberapa kali.
2. Bila penderita muntah, miringkan tubuhnya dan bersihkan multunya
Bila cara-cara diatas gagal atau bila tidak disebabkan oleh benda asing, siapkan segera bronkoskopi atau trekeotomi.



Terhadap penderita obstruksi jalan napas stadium I dan II dilakukan tindakan konservatif dengan oksigen, obat bronkodilator (Aminofilin, Bisolvon) dan anti edema (Papasee); dan pengawasan ketat terhadap gejala yang timbul.
Obstruksi jalan napas stadium III dan IV memerlukan tindakan intubasi atau traketomi segara.


2. Hemoptisis masif.
Ialah batuk yang disertai dengan pendarahan lebih dari 600 ml dalam waktu 24 jam.
Hemoptisis:
- Berwarna merah muda
- Tanpa sisa makanan, berbuih
- Bereaksi basa.
- Riwayat paru/jantung
Biasanya disebabkan oleh tbc paru, bronkietaksis, abse paru atau neoplasma yang secara kasar dapat diduga dari sifat perdarahan :
- Bila terdapat garis-garsi perdarahan pada sputum , biasanya disebabkan bronchitis akut
Atau pncumoni.
- Bila terdapat perdarahan ringan terus-menerus biasanya disebabkan neoplasma
Endobronkial.
- Bila perdarahan terjadi dalam jumlah infark paru, kavitas atau bronkiektasis.
Penderita dapat meninggal karena :
a. Asfiksi akibat sumbatan jalan napas oleh bekuam darah.
b. Syok akibatnya perdarahan hebat.
Penatalaksanaan :
A. Konsevatif.
1. Istirahat baring dengan kepala lebih rendah dan miring pada sisi sakit.
2. Membersihkan jalan napas bekuan darah.
3. Kantung es pada dada
4. Hindarkan batuk keras.
5. Pembedahan.

3. Status Asmtikus.
Adalah suatu serangan asam yang berat , berlansung dalam beberapa jam sampai beberapa hari, yang tidak memberikan perbaikan pada pengobatan yang lazim.
Gejala dan tanda :
1. Penderita dalam keadaan sesak napas yang berat dengan ekspirasi disertai wheezing (mengi); dapat disertai batuk dengan sputum kental, sukar dikelurkan . pada pemerikasaan penderita tampak gelisah, bernafas dengan menggunakan otot-otot tambahan, dengan tanda-tanda sianosis, sentral,takikardi, plusus para doksus dan fase eksoirum memanjang yang disertai wheezing.
2. Pemeriksaan laboratorium sputum dan darah terdapat eosinofili, khusunya pada asama alergik.



Penatalaksanaan :
Bawa segera ke klinik terdekat.
II. Kedaruratan Sistim Jantung dan Pembuluh darah
Syok merupakan keadaan darurat yang disebabkan oleh kegagalan perfusi darah kejaringan, sehingga mengakibatkan gangguan metabolism sel dalam keadaan berat terjadi kerusakan sel yang tidak dapat dipulihkan lagi (Syok Irreversible), oleh karena itu pentinguntuk mengenali keaddan yang dapat disertai syok, gejala dini, dan penanggulanganya.
Gejala dan tanda :
1. Berkurangnya vulome sirkulasi (Syok Hipovolemik).
2. Kegagalan daya pompa jantung (Syok Kardiogenik).
3. Peubahan resistensi pembulu darah perifer-penurunan tonus vasomotor (syok Anafilaktik, Neorogenik dan Kegagaln endokrin) atau peninggian resistensi (Syok Septik, Obstruksi aliran darah).
Gejala yang tampak :
1. Sistem jantung dan pembuluh darah
- Hipotensi
- Takikardi : denyut nadi > 100x/menit, kecil lemah/tak teraba.
- Penurunan aliran darah koroner.
- Penurunan aliran darah kulit, sianotik, dingin dan basah, pengisisan kapiler yang lambat.
2. Sistem saluran napas
- Sesak napas
3. Sistem saraf pusat.
- Penurunan kesadaran
4. Sistem saluran kemih.
- Duresis.
5. Perubahaan biokimia, terutama pada syok yang lama dan berat.
Menurut gejala, disebabkan 4 stadium :
1. Presyok : Pusing, takikardi ringan, sistolik 90-100 mm Hg.
2. Ringan : gelisah, keringat dingin, haus, duresis berkurang, takikardi >100/menit, systole 70-80 mm Hg.
3. Sedang : gelisah, pucat, dingin, oliguria (duresis<30 ml/jam), takikardi >100x/menit, sisole 70-80 mm Hg.
4. Berat : pucat , sianatik, dingin, takipnca (sesak), anurisi ( tidak kencing), kolaps pembuluh darah, takikardi/tak teraba lagi, systole 0-40 mm Hg.
Penatalaksanaan :
1. Bila disebabkan perdarah , hentikan dengan tourniket balut tekan atau penjahitan.
2. Meletakan penderita dalam posisi syok:
- Kepala setinggi atau sedikit lebih tinggi dari pada .
- Tubuh horizontal atau dad sedikit lebih rendah.
- Kedua tangan lurus, diangkat 20 derajat.
3. Perhatikan keadaan umum dsan tanda – tanda vital pelihara jalan napas.



4. Pemberian cairan .
5. Pembverian obat – obatsuportif.


IV. Kedaruratan sistim saraf pusat.
1. koma
Adalah turunnya kesadaran yang berat, dimana penderita tidak bereaksi lagi terhadap rangsang nyeri. Koma terjadi bila dapat gangguan / kerusakan pada kesadaran.

Diagnosis
Aloanamnesis harus diambil denga teliti karena penting untuk menentukan penyebab sehubungan dengan usaha pengobatan kausal.

Pemeriksaan fisik meliputi :
1. Tingkat kesadaran.
2. Fungsi vital.
- Suhu tubuh
- Pernafasan
- Nadi.
- Tekana darah.
3. Kulit.
- Sianosis.
- Merah terang – keracunan CO
- Memar – trauma.
- Pucat – pendrahan.
- Banyak keringat – syok.
- Kering – asidosis diabetic, uremi.
- Turgor menurun – dehidrasi.
4. Bau nafas
5. Susunan saraf – test rangsang nyeri.

Penatalaksanaan :
Bertujuan :
1. Mempertahankan fungsi vital dan mencukupi kebutuhan tubuh akan oksigen cairan dan kalori.
2. Memelihara kebersihan tubuh (miksi, defikasi)
3. Mencegah infeksi sekunder dan dekubitus.
4. Pengobatan simtomatik.

V. kedaruratan akibat agen fisik.
I. luka bakar :
Adalah luka yang terjadi akibat sentuhan permukaan tubuh dengan benda – benda yang menghasilkan panas (api. Air panas, listrik) atau zat-zat yang bersifat membakar (asam kuat, basa kuat).

Untuk menyelamatkan jiwa penderita, tinbdakan yang terpenting ialah :
1. mencegah atau mengatasi syok.




2. mencegah dan mengobati infeksi
3. untuk luka bakar daerah wajah dan leher atau bila terjadi inhalasi asap
perhatikan bahaya edeme larings.

Derajat luka bakar :
1. Hanya mengenai lapisan luar epidermis kulit merah, sedikit edema dan nyeri. Sembuh 2-7 hari.
2. Mengenai epidermis dan sebagian dermis, terbentuk bulae, edema nyeri hebat, sembuh 3-4 minggu.
3. Mengenai seluruh lapisan kulit dan jaringan dibawahnya. Sembuh 3-4 bulan.

Penatalaksanaan :
1. Matikan api dengan memutuskan hubungan (suplai) dengan oksigen dengan menutup tubuh penderita dengan selimut, handuk, sprei dan lainnya.
2. Perhatikan keadaan umum penderita.
3. Pendinginan
− Membuka pakaian penderita
− Meredah dalam air (20-30 derajat) atau air mengalir selama 20-30 menit, untuk daerah wajah cukup dikompres dengan air.
− Bila disebabkan oleh zat kimia, selai air dapat digunakan NaCL fisiologik (untuk zat korosif) atau gleserin ( untuk fenol )
4. Mencegah infeksi
− Luka ditutup dengan perban dan kain bersih dan tak dapat melekat pada luka.
− Penderita dikerudungi kain bersih.
− Luka jangan diberi zat yang tak larut dalam air seperti mentega, minyak dan kecap.
5. Bila luka bakar luas, penderita dipuasakan.
6. Tranportasai ke fasilitas yang lebih lengkap sebaiknya dilakukan dalam 1 jam bila tak mungkin masih dilakukan dalam 24 – 48 jam pertama dengan pengawasan ketat selama perjalanan.
7. Khusus untuk luka bakar didaerah wajah, posisi kepala harus lebih tinggi dari tubuh, perhatikan kemungkinan edema larings. Pada mata diberikan salep mata antibiotic.

2. syok listrik
Dapat disebabkan oleh aliran listrik atau petir. Beratnya gejala yang timbul tergantung dari :
1. Jenis arus : arus searah (DC) kurang berbahaya daripada arus bolak – balik (AC).
2. Sifat arus : kuat arus, tegangan dan frekwensi.
3. Tahanan tubuh : kulit lembab/basah sangant merendahkan tekana setempat.
4. Bagian tubuh yang dialiri arus : sangat berbahaya bila melalui jantung.
5. Lama terkena arus.







Pinata laksanaan ;
A. Putuskan hubungan aliran listrik dengan penderita.
- Matikan aliran listrik atau putuskan kawat dengan laat terisolasi (missal kapak yang bertangkai kayu).
- Jauhkan/lepaskan penderita dari sumber aliran listrik.
- Penolong sebelumnya harus yakin bahwa dirinya terisolasi dengan baik dari tanah (gunakan alas kaki kering).
- Gunakan benda yang tak dapat dilairi listrik (kain. Kayu, karet atau sabuk kulit) untuk menarik tubuh penderita / menjauhkan sumber listrik.
B. perhatikan fungsi vital, bila perlu lakukan resusitasi.
C. cari dan atasi komplikasi lain yang mungkin.
- luka bakar dan nekrosis jaringan.
- Patah tulang atau dislokasi.
- Pendarahan
- Syok dan asidosis.

Pertolongan pertama :
I. Luka Berat.
a. Hentika pendarahan (tekanan tangan atau perban)
b. Angkat keatas yang terluka (kalau perlu di ganjal)
c. Atasi syok bila perlu.
Yang perlu diperhatikan:
1. Jangan cuci luka tersebut.
2. Jangan cabut pecahan logam atau serpihan kaca walaupun Nampak superfisialdan mudah.
3. Janagan sentuh luka dengan tangan terbuka, pakailah perbah steril.
4. Janagan biarkan luka terbuka, dengan kasa steril.
Luka pada berbagai bagian tubuh diperlakuakan dengan cara yang sama, apabila hanya terbatas pada kulit.

II. Perdarahan.
Perdarahan yang tertitik-titikdan menyebar merupakan perdarahankapiler. Warna merah segar dan mengalir deras merupakan perdarahan arterial, sedangkan yang banyak adalah perdaraha dari vena, dengan warna merah gelap dan berasal dari dinding bawah luka.

Tindakan pada perdarahan :
1. Baringkan penderita, perhatiian darah yang mengalir ke jalan nafas.
2. Angkat bagian yang berdarah untuk mengurangi derasnya aliran.
3. Singkirkan pakaian yang menghalangi darah tersebut.
4. Lindungi luka dengan perban-tekan yang bersih.
5. Atasi syok.
6. Untuk perdarahan arterial bisa digunakan tekanan tangan pada daerah proksimal luka atau mempergunakan turniket (jka darurat bisa berupa sapu tangan, dasi, seutas tali atau potongan dari pakaian). Turniket diikat selama satu menit dan dikendorkan selama 15 menit selang seling demikian seterusnya.

Selasa, 12 April 2011

ASKEP GADAR PERDARAHAN

ASKEP GADAR PERDARAHAN

Definisi
 Perdarahan terjadi jika pembuluh darah putus atau pecah.
 Perdarahan luar
 Perdarahan dalam
 Perdarahan hebat, dapat membahayakan shock hipovolemik
 Klafisikasi : perdarahan kapiler, perdarahan arteri, perdarahan vena.

Asuhan Keperawatan
Pengkajian

•Pengkajian ABCD, pucat, kulit dingin dan lembab, tekanan darah turun, nadi cepat tapi lemah, nafas dalam dan cepat, menurunnya produksi urine.
•Diagnosa keperawatan

•Kurang volume cairan tubuh berhubungan dengan kehilangan darah aktif.

•Penurunan kardiak output berhubungan dengan penurunan preload, kehilangan darah.

•Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan kehilangan darah.
•Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan penurunan perfusi otak.

Tujuan keperawatan

 Mengontrol perdarahan.
 Mempertahankan volume darah sirkulasiadekuat untuk oksigenasi.
 Mencegah shock.


Penatalaksanaan kedaruratan
Potong baju pasien untuk mengidentifikasi area perdarahan dan lakukan pengkajian fisik dengan cepat.
 Beri penekanan pada area perdarahan.
• Penekanan langsung
Tekan langsung area perdarahan dengan telapak tangan atau menggunakan pembalut atau kainyang bersih selama kurang lebih 15 menit, dan pasang balutan tekanan kuat.
• Penekanan arteri
Penekanan dilakukan pada ujung arteri yang sesuai (ujung dimana arteri ditekan melawan tulang yang berada dibawahnya).
Enam titik utama penekanan
 Arteri temporalis : pada daerah depan masing-masing telinga dan dapat ditekan pada tulang tengkorak.
 Arteri fasialis : terletak dibawah dagu dan 2,5 cm sebelah dalam dagu.
 Arteri karotis komunis : pada sisi samping trachea. Saat dilakukan tekanan observasi pernapasan pasien dan tidak boleh pada kedua arteri karotis dalam waktu bersamaan.
 Arteri subklavia : terletak dibawah kedua sisi klavikula (tulang collar). Penekanan harus dilakukan pada posisi melintang dibelakang dan kira – kira setengah panjang klavikula.
 Arteri brakhialis : pada pertengahan antara siku dan bahu, terletak pada daerah yang lebih dalam dari lengan atas antara otot biseps dan triseps.
 Arteri femoralis : dapat dirasakan pada lipat paha.
• Torniket
 Pemasanagan torniket pada ekstremitas hanya sebagai upaya terakhir ketika perdarahan tidak dapat dikontrol dengan metode lain.
 Torniket dipasang tepat proksimal dengan luka ; torniket cukup kencang untuk mengontrol aliran darah arteri.
 Berikan tanda pada kulit pasien dengan pulpen atau plester dengan tanda T, menyatakan lokasi dan waktu pemasangan torniket.
 Longgarkan torniket sesuai petunjuk untuk mencegah kerusakan vascular atau neurologik. Bila sudah tidak ada perdarahan arteri, lepasakan torniket dan coba lagi balut dengan tekanan.
 Pada kejadian amputasi traumatic, jangan lepaskan torniket sampai pasien masuk ruang operasi.
 Tinggikan atau elevasikan bagian yang luka untuk memperlambat mengalirnya darah.
 Baringkan korban untuk mengurangi derasnya darah keluar.
 Berikan cairan pengganti sesuai saran, meliputi cairan elektrolit isotonic, plasma atau protein plasma, atau terapi komponen darah (bergantung perkiraan tipe dan volume cairan yang hilang).
• Darah segar diberikan bila ada kehilangan darah massif.
• Tamabahan trombosit dan factor pembekuan darah diberikan ketika jumlah darah yang besar diperlukan karena darah penggantian kekurangan factor pembekuan.
 Lakukan pemeriksaan darah arteri untuk menentukan gas darah dan memantau tekanan hemodinamik.
 Awasi tanda – tanda shock atau gagal jantung karena hipovolemia dan anoksia.


REFERENSI
Brunner and Suddarth. 2001. Keperawatan Medikal Bedah, Ed.8 Vol.3. EGC : Jakarta.
Hudak, Carolyn M. 1996. Keperawatan Kritis-Pendekatan holistic, Ed. 6. Vol. 2. EGC : Jakarta.
Pusponegoro, A.D. Dkk . Buku Panduan Penanggulangan Penderita gawat Darurat. Ambulance 118 : Jakarta.
Skeet, Muriel. 1995. Tindakan paramedic Terrhadap Kegawatan dan Pertolongan Pertama, Ed. 2. EGC : Jakarta.

Haemoglobin

Haemoglobin adalah kompleks protein-pigmen yang mengandung zat besi. Kompleks tersebut berwarna merah dan terdapat didalam eritrosit. Sebuah molekul haemoglobin memiliki empat gugus haeme yang mengandung besi fero dan empat rantai globin. Terdapat beberapa bentuk haaemoglobin : tipe fetal (HbF) dan dua bentuk utama haemoglobin dewasa (HbA1 dan HbA2). Haemoglobin membawa oksigen, sebagian karbondioksida dan mendapat perubahan pH.
Glycosylated haemoglobin (HbA1) ---> kadar HbA1 menunjukkan kadar gula darah selama periode beberapa bulan dan dapat digunakan untuk menilai derajat pengendalian pada Diabetes mellitus.
Nilai normal Hb untuk laki-laki adalah 13 gr% - 18 gr%, dan untuk wanita adalah 11,5 gr% - 16,5 gr% (Brooker, 2001).

Haemoglobin adalah Sebuah substansi didalam sel darah merah (erithrocyte) dan tanggung jawab masing-masing warna, terdiri dari pigmen haeme (zat besi - berisi porphyrin) terkait dengan protein globin. Haemoglobin memiliki sifat unik dapat menyatu dengan oksigen dan merupakan pengangkut oksigen ke seluruh tubuh. Haemoglobin membawa oksigen dalam aliran darah melewati paru-paru dan bersama dengan darah sampai ke jaringan tubuh. Darah biasanya mengandung 12-18 g / dl dari hemoglobin.


Myohaemoglobin : zat besi - yang mengandung protein, menyerupai hemoglobin, ditemukan dalam sel otot. Seperti hemoglobin yang berisi kumpulan haeme. Ikatan yang mengandung oksigen, bertindak sebagai reservoir oksigen di dalam serabut otot .

Oxyhaemoglobin : substansi darah merah dibentuk bila pigmen hemoglobin dalam sel darah merah menyatu kembali dengan oksigen. Oxyhaemoglobin adalah bentuk oksigen yang diangkut dari paru-paru ke sel-sel, di mana oksigen dilepaskan.

Methahaemoglobin : substansi yang dibentuk apabila atom besi dari pigmen hemoglobin darah telah mengoksidasi dari ferrous ke bentuk ferric (bandingkan oxyhaemoglobin). Methahaemoglobin yang tidak dapat mengikat oksigen molekular dan karenanya tidak dapat mentransportasi oksigen ke seluruh tubuh. Keberadaan methahaemoglobin dalam darah (methahaemoglobinaemia) mungkin akibat menelan zat oksid dari narkoba atau dari warisan keabnormalan dari molekul hemoglobin. Gejala - gejala termasuk kelelahan, sakit kepala, pusing dan cyanosis (oxford electric medical dictionary).

Referensi :
Brooker, Christine. 2001. Kamus Saku Keperawatan.EGC : Jakarta.
oxford electric medical dictionary (Indonesian Translete by Patriani)

English Version

Haemoglobin is the pigment-protein complex that contains iron. Complex is red and there is the eritrosit. A haemoglobin molecule has four haeme group which contains iron and fero four globin chains. There are several forms of haaemoglobin: type fetal (HbF) and the two main forms of adult haemoglobin (HbA1 and HbA2). Haemoglobin takes oxygen, some carbon dioxide and the pH changes. Glycosylated haemoglobin (HbA1) ---> HbA1 level indicates the blood sugar over a period of several months and can be used to assess the degree of control on Diabetes mellitus. Hb normal value for men is 13% gr - 18 gr%, and for women is gr 11.5% - 16.5 gr% (Brooker, 2001).

Haemoglobin is a substance contained within the red blood cell (erithrocyte) and responsible for their colour, composed of the pigment haem (an iron - containing porphyrin) linked to the protein globin. Haemoglobin has the unique property of combining reversibly with oxygen and is the medium by which oxygen is transported within the body. it take up oxygen as blood passes through the lungs and releases it as blood passes through the tissues. Blood normally contains 12-18 g/dl of haemoglobin.

Myohaemoglobin : an iron – containing protein, resembling haemoglobin, found in muscle cell. Like haemoglobin it contains a haem group. Which binds reversibly with oxygen, and so acts as an oxygen reservoir within the muscle fibres.

Oxyhaemoglobin : the bright – red substance formed when the pigment haemoglobin in red blood cell combines reversibly with oxygen. Oxyhaemoglobin is the form in which oxygen is transported from the lungs to the tissues, where the oxygen is released.

Methahaemoglobin : a substance formed when the iron atoms of the blood pigment haemoglobin have been oxidized from the ferrous to the ferric form (compare oxyhaemoglobin). The methahaemoglobin cannot bind molecular oxygen and therefore it cannot transport oxygen round the body. The presence of methahaemoglobin in the blood (methahaemoglobinaemia) may result from the ingestion of oxidizing drugs or from an inherited abnormality of the haemoglobin molecule. Symtomps include fatigue, headache, dizziness and cyanosis (oxford electric medical dictionary).

Rabu, 06 April 2011

Metodologi Memahami Islam

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim
Puji syukur dipanjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya. Sehingga tim penyusun dapat menyelesaikan makalah ini. Shalawat serta salam tetap tercurahkan pada junjungan kita Nabi Muhammad SAW.
Di antara tujuan tim penyusun adalah untuk memberikan informasi mengenai Metodologi Memahami Islam 1. Dasar penulisan dilakukan untuk memenuhi tugas makalah Pengantar Studi Islam.
Dalam penyelesaian makalah tim penyusun ingin mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah membantu. Ucapan terima kasih kepada:
1. Bapak Drs. Sutikno, selaku Dosen Pengantar Filsafat
2. Semua pihak yang ikut terlibat
Akhirnya, tim penyusun menyadari bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan, untuk itu tim penyusun mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah ini.



Surabaya, 08 November 2006


Tim Penyusun







DAFTAR ISI

Kata Pengantar i
Daftar Isi ii

BAB I PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang 1
B. Rumusan Masalah 1
C. Tujuan Penulisan 1
BAB II PEMBAHASAN 2
A. Ulumul al-Qur'an 2
1. Pengertian Metode Ulumul al-Qur'an 2
2. Macam-Macam Metode 2
B. Ulumul al-Hadits 3
1. Pengertian Hadits 3
2. Sebab Hadits Dinamakan Hadits 4
3. Sistem Ulama-Ulama Hadits 4
4. Langkah-Langkah Untuk Memelihara Hadits 5
C. Metodologi Filsafat dan Teologi (Kalam) 5
D. Metodologi Tasawuf dan Mistis Islam 6
BAB III KESIMPULAN 10
Daftar Pustaka 11




BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Mengapa suatu metode dapat digunakan dalam berbagai obyek? Pertanyaan in muncul seiring dengan pemikiran dan penalaran akal manusia, atau yang menyangkut dengan pekerjaan fisik. Bagi seorang muslim, studi tafsir al-Qur’an tidak lepas dari metode, yakni suatu cara yang teratur dan terpikir baik-baik guna untuk mencapai suatu pemahaman yang benar tentang apa yang dimaksudkan oleh Allah di dalam ayat-ayat al-Qur’an yang diturunkannya kepada Nabi Muhammad SAW.
Dengan demikian, kita dapat membedakan antara metode tafsir dan metodologi tafsir al-Qur’an.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian tasawuf?
2. Bagaimana metodologi filsafat dan teologi (kalam)?

C. Tujuan Penulisan
Setiap kegiatan pastilah ada tujuan tertentu yang ingin dicapai, demikian juga yang dilakukan penulis dalam pembuatan makalah ini. Adapun tujuan penulisan membuat makalah ini adalah bertujuan untuk:
1. Menjelaskan tentang ulumul tafsir dan Hadits.
2. Agar dapat mengetahui apa metodologi filsafat dan teologi (kalam) itu sendiri.
3. Menyebutkan pengertian tentang tasawuf.



BAB II
PEMBAHASAN

A. Metodologi Ulumul Qur’an
1. Pengertian Metode Ulumul al-Qur’an
Pengertian “metode” yang umum itu dapat digunakan pada berbagai obyek, baik berhubungan dengan pemikiran dan penalaran akal, atau yang menyangkut pekerjaan fisik. Jadi dapat dikatakan metode adalah salah satu sarana yang amat penting untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Dalam kaitan ini, maka studi tafsir al-Qur’an tidak lepas dari metode, yakni suatu cara yang teratur dan terpikir baik-baik untuk mencapai pemahaman yang benar tentang apa yang dimaksudkan Allah di dalam ayat-ayat al-Qur'an yang diturunkan-Nya kepada Nabi Muhammad SAW.
Adapun metodologi tafsir ialah ilmu tentang metode penafsiran al-Qur'an. Dengan demikian, kita dapat membedakan antara dua istilah itu, yakni metode tafsir, cara-cara menafsirkan al-Qur'an. Sementara metodologi tafsir ilmu tentang cara tersebut.
Jadi, metode tafsir merupakan kerangka atau kaedah yang digunakan dalam menafsirkan ayat-ayat al-Qur'an, sedangkan metodologi tafsir pembahasan ilmiah tentang metode-metode penafsiran al-Qur'an.
2. Macam-Macam Metode
a. Metode Komparatif
Metode komparatif ialah membandingkan teks ayat-ayat al-Qur'an yang memiliki persamaan atau kemiripan redaksi yang beragam, dalam satu kasus yang sama, atau diduga sama dan membandingkan ayat al-Qur'an dengan Hadits Nabi Muhammad SAW yang pada lahirnya antara keduanya terlihat bertentangan juga membandingkan berbagai pendapat para ulama tafsir dalam menafsirkan ayat-ayat al-Qur'an.
Jadi ada tiga aspek yang dibahas di dalam metode komparatif, yaitu: 1) Perbandingan ayat dengan ayat; 2) Perbandingan ayat dengan Hadits; dan 3) Perbandingan berbagai pendapat musafir.
b. Metode Global
Metode global ialah menjelaskan ayat-ayat al-Qur'an secara ringkas dan padat, tetapi mencakup di dalam bahasa yang jelas dari populer mudah dimengerti dan enak dibaca.
Kitab-kitab tafsir yang menuruti metode global seperti yang disebutkan di atas, juga berusaha menafsirkan ayat-ayat al-Qur'an secara keseluruhan dari awal sampai dengan surat terakhir.
c. Metode Analitis
Yang dimaksud dengan metode analitis ialah menafsirkan ayat-ayat al-Qur'an dengan memaparkan berbagai aspek yang terkandung di dalam ayat-ayat yang sedang ditafsirkan itu serta menerangkan makna-makna yang tercakup di dalamnya. Sesuai dengan keahlian dan kecenderungan dari mufasir yang menafsirkan ayat-ayat tersebut. Dalam tafsir ini ditekankan ialah perbandingan, yakni memperbandingkan antara ayat dengan Hadits, atau antara berbagai pendpat mufasir dalam menafsirkan suatu ayat al-Qur'an.
d. Metode Tematik
Metode tematik ialah membahas ayat-ayat al-Qur'an sesuai dengan tema atau judul yang telah ditetapkan. Metode tematik membahas cara-cara yang digunakan dalam memecahkan suatu permasalahan dengan menggunakan ayat-ayat al-Qur'an sebagai dasar tempat berpijak.

B. Metode Ulumul Hadits
1. Pengertian Hadits
Hadits ialah pembicaraan-pembicaraan yang diriwayatkan oleh orang seorang, atau 2 orang lalu mereka saja yang mengetahuinya, tadi menjadi pegangan/amalan umum. Sedangkan makna Hadits ialah khamar. Allah pun memakai kata Hadits dengan arti khabar dalam firman-Nya.
فَلْيَأْتُوا بِحَدِيثٍ مِثْلِهِ إِنْ كَانُوا صَادِقِينَ {الطور: 34}
“Maka hendaklah mereka mendatangkan suatu khabar yang sepertinya jika mereka orang yang benar” (QS. Ath-Thur [52]: 34)

Sebagai ulama seperti ath Thiby berpendapat bahwa Hadits itu melengkapi sabda Nabi, perbuatan beliau dan taqrir beliau, melengkapi perkataan perbuatan dan taqrir shahabat. Sebagaimana melengkapi pula perkataan, perbuatan dan taqrir tabrin. Dengan demikian terbagilah Hadits kepada 9 bagian pendapat ini diterangkan oleh al-Hafidh di dalam an-Nakhbah. Maka suatu Hadits yang sampai kepada Nabi, dinamai marfuk, yang sampai kepada shahabat dinamai mauquf dan yang sampai kepada tabi’in saja dinamai maqthu.
2. Sebab-Sebab Hadits Dinamai Hadits
Menurut pendapat az-Zumakhsyary, karena dikala meriwayatkan Hadits berkata “haddtsaniannan nabiya qala”, dia menceritakan kepadaku bahwa Nabi bersabda”.
Menurut pendapat al-Kirmany, karena dilihat kepada kebaharuan dan karena kedudukannya di hadapan al-Qur'an. Al-Qur'an itu qadim, azaly, sedang Hadits ini baharu.
Dinamakan kalimat-kalimat dan ibarat-ibarat ini dengan Hadits adalah karena kalimat-kalimat itu tersusun dari huruf yang datang beriringan.
Tiap-tiap huruf itu timbul (terjadi) sesudah terjadi yang sebelumnya dan karena mendengar Hadits itu menumbuhkan di dalam hati berbagai ilmu dan makna.
Al-Kamal Ibnu Human berkata, “Sunnah ialah segala yang diriwayatkan dari Nabi, baik perbuatan ataupun perkataan, sedangkan Hadits hanyalah perkataan saja.
3. Sistem Ulama-Ulama Membukukan Hadits
Para ulama membukukan Hadits dengan tidak menyaringknya. Merkea tidak membukukan Hadits-Hadits saja, fatwa-fatwa sahabat pun dimasukkan ke dalam bukunya itu bahkan fatwa-fatwa tabi’in juga dimasukkan semua itu dibukukan bersama-sama. Maka terdapatlah dalam kitab-kitab itu Hadits Marfu’, Hadits-Hadits Mauquf dan Hadits-Hadits Maqthu’.
4. Langkah-Langkah Yang Diambil Untuk Memelihara Hadits
Telah dijelaskan bahwa di samping para ulama membukukan Hadits dan memisahkan Hadits dari fatwa-fatwa sahabat dan tabi’in atau memisahkan yang sahih dari yang dhaif, beliau-beliau itu memberikan pula kesungguhannya yang mengagumkan untuk menyusun kaidah-kaidah tahdits, ushul-ushulnya, syarat-syarat shahih dan dlaif, serta kaida-kaidah yang dipegangi dalam menetukan Hadits-Hadits Maudlu’.
Semua itu mereka lakukan untuk memelihara sunah rasul dan untuk menetapkan garis pemisah antara yang shahih dengan yang dla’if, istimewa antara Hadits-Hadits yang ada asalnya dengan Hadits-Hadits yang semata-mata maudlu’.
Maka langkah-langkah yang telah diambil para ulama dalam usaha mengkritik jalan-jalan menerima Hadits, sehingga dapatlah mereka melepaskan sunnah dari tipu daya dan membersihkannya dari segala lumpur yang mengotorinya; ialah mengisnadkan Hadits, memeriksa benar tidaknya Hadits yang diterima kepada para ahli, mengeritik para perawi, membuat ketentuan-ketentuan umum untuk menentukan derajat-derajat Hadits, menyusun kaida-kaidah untuk menentukan kaidah-kaidah maudlu’.

C. Metodologi Filsafat dan Teologi (Kalam)
Metodologi filsafat dan teologi dapat ditinjau dari aspek fungsional dan struktural. Secara fungsional, filsafat tidak bertujuan mempertegas keberadaan Tuhan, tetapi memandang Tuhan sebagai konsekuensi logis dari keberadaan alam semesta. Sedangkan teologi berfungsi untuk mempertegas keberadaan Tuhan dan ajaran-ajaran-Nya.
Secara struktural metode filsafat berbeda dengan teologi struktur metodologi filsafat dibangun atas dasar keraguan dan penyelidikan, kemudian diabstraksikan untuk mendapatkan kebenaran yang final. Sedangkan teologi memposisikan Tuhan sebagai Dzat yang mutlak benar, kemudian dicairkan argumen-argumen rasional untuk mendukung kebenaran tersebut.
Perbedaan yang terperinci antara filsafat dengan teologi adalah sebagai berikut:
1. Metodologi filsafat meletakkan Tuhan sebagai titik akhir atau kesimpulan seluruh pengkajiannya, sedangkan teologi memandang Tuhan sebagai titik awal pembahasannya.
2. Metodologi filsafat memahami Tuhan sebagai penyebab pertama dalam semesta, penyebab pertama semua kesempurnaan yang ditemukan di dunia. Sedangkan teologi mencoba menjelaskan Tuhan dengan seluruh misteri-Nya berdasarkan wahyu.
3. Metodologi mendasari premisnya atas induksi/akal, sedangkan teologi langsung dari wahyu.
Di samping perbedaan-perbedaan di atas, metodologi filsafat dan teologi juga memiliki persamaan antara lain adalah:
2. Metodologi filsafat dan teologi sama-sama tidak pernah tuntas membahas eksistensi Tuhan.
3. Obyek pembahasan metodologi filsafat dan teologi sama, yaitu tentang eksistensi Tuhan sebagai Dzat yang sempurna dan abadi.
4. Metodologi filsafat dan teologi sama-sama memberikan argumen yang rasional mengenai Tuhan.

D. Metodologi Tasawuf dan Mistis Islam
1. Pengertian Tasawuf
Dari segi bahasa terdapat sejumlah kata atau istilah yang dihubung-hubungkan para ahli untuk menjelaskan kata tasawuf. Harun Nasution, misalnya menyebutkan lima istilah yang berkenaan dengan tasawuf, yaitu al-suffah (ahlal suffah), (orang yang pindah dengan Nabi dari Mekkah ke Madinah), saf (barisan), sufi (suci), sophos (bahasa Yunani: hikmat), dan suf (kain wol).
Dari segi linguistic (kebahasaan) ini segera dapat dipahami bahwa tasawuf adalah sikap mental yang selalu memelihara kesucian diri, beribadah, hidup sederhana, rela berkorban untuk kebaikan dan selalu bersikap bijaksana.
Adapun pengertian tasawuf dari segi istilah atau pendapat para ahli amat bergantung pada sudut pandang yang digunakannya masing-masing. Selama ini ada 3 sudut pandang yang digunakan para ahli untuk mendefinisikan tasawuf, yaitu sudut pandang manusia sebagai makhluk terbatas, manusia sebagai makhluk yang harus berjuang, dan manusia sebagai makhluk yang ber-Tuhan.
Jika definisi tasawuf tersebut di atas satu dan lainnya dihubungkan, maka segera tampak tasawuf pada intinya adalah upaya melatih jiwa dengan berbagai kegiatan yang dapat membebaskan dirinya dari pengaruh kehidupan dunia. Sehingga tercermin akhlak yang mulia dan dekat dengan Allah SWT. Dengan kata lain tasawuf adalah bidang kegiatan yang berhubungan dengan pembinaan mental rohaniyah agar selalu dekat dengan Tuhan. Inilah esensi atau hakikat tasawuf.
2. Sumber Tasawuf
a. Unsur Islam
Secara ajaran Islam mengatur kehidupan yang bersifat lahiriyah atau jasadiah, dan kehidupan yang bersifat batiniah. Pada unsur kehidupan yang bersifat batiniah itulah kemudian lahir tasawuf. Unsur kehidupan tasawuf ini mendapat perhatian yang cukup besar dari sumber ajaran Islam, al-Qur'an, dan al-Sunnah serta praktek kehidupan Nabi dan para sahabatnya. Misalnya al-Sunnah banyak berbicara tentang kehidupan rohaniyah. Berikut ini terdapat teks Hadits yang dapat dipahami dengan pendekatan tasawuf.
كُنْتُ مَنْزًا مُخْفِيًّا فَلَحْبَيْتُ اَنْ اُعْرَفَ فَخَلَقْتُ الْخَلْقَ فَبِى عَرَ فُوْنِيْ
Hadits tersebut memberikan petunjuk bahwa alam raya, termasuk kita ini adalah merupakan cermin Tuhan, atau bayangan Tuhan. Tuhan ingin mengenal dirinya melalui penciptaan alam ini. Dengan demikian dalam alam raya ini terdapat potensi ketuhanan yang dapat didayagunakan untuk mengenal-Nya. Dan apa yang ada di alam raya ini pada akhirnya akan kembali kepada Tuhan.
b. Unsur Luar Islam
1) Unsur Masehi
Orang Arab sangat menyukai cara pendekatan, khususnya dalam hal latihan jiwa dan ibadah, unsur-unsur tasawuf yang diduga mempengaruhi tasawuf Islam adalah sikap fakir. Menurut keyakinan Nasrani bahwa Isa bin Maryam adalah seorang yang fakir dan Injil juga disampaikan kepada orang fakir, Isa berkata: “Beruntunglah kamu orang-orang miskin, karena bagi kamulah kerjaan Allah. Beruntunglah kamu orang yang lapar karena kamu akan kenyang”. Selanjutnya adalah sikap tawakkal kepada Allah dalam soal penghidupan.
2) Unsur Yunani
Kebudayaan Yunani yaitu filsafatnya telah masuk pada dunia di mana perkembangannya dimulai pada akhir Daulah Umayyah dan puncaknya pada Daulah Abbasiyah, metode berpikir filsafat Yunani ini juga telah ikut mempengaruhi pola berpikir sebagian orang Islam yang ingin berhubungan dengan Tuhan. Kalau pada bagian uraian dimulai perkembangan tasawuf ini baru dalam taraf amaliah (akhlak) dalam pengaruhi filsafat Yunani ini, maka uraian-uraian tentang tasawuf itu pun telah berubah menjadi tasawuf filsafat.
3) Unsur Persia
Sebenarnya antara Arab dan Persia itu sudah ada hubungan semenjak lama, yaitu hubungan dalam bidang politik, pemikiran, kemasyarakatan dan sastra. Tasawuf itu bersumber dari ajaran Islam itu sendiri mengingat yang dipraktekkan Nabi dan para sahabat. Semuanya berlandasan kepada al-Qur'an dan al-Sunnah. Akan tetapi tidak dipungkiri bahwa setelah tasawuf itu, berkembang menjadi pemikiran mendapat pengaruh dari filsafat Yunani, Persia, dan lain sebagainya.



BAB III
KESIMPULAN

Memahami metodologi Islam sangat penting di dalam memahaminya terdapat metode yang menjelaskan tentang metodologi Ulumul al-Qur'an, Ulumul Hadits. Metodologi filsafat dan teologi (kalam) serta metodologi tasawuf dan mistis Islam.
Metodologi al-Qur'an terdapat beberapa metode di antaranya yaitu:
1. Metode komparatif
2. Metode global
3. Metode analistis
4. Metode tematik
Sedangkan metodologi Ulumul Hadits juga terdapat cara-cara yang digunakan untuk memelihara Hadits. Kalau-kalau metodologi filsafat dan teologi-teologi dapat ditinjau dari aspek fungsional dan struktural. Juga metodologi tasawuf dan mistis Islam memiliki cara-cara. Adapun pengertian tasawuf sendiri, yaitu upaya melatih jiwa dengan berbagai kegiatan yang dapat membebaskan drinya dari pengaruh kehidupan, sedangkan sumber-sumber. Tasawuf ada 2 unsur yaitu unsur Islam dan unsur luar Islam.



DAFTAR PUSTAKA

Bakhtiar Amsal, Filsafat Agama, Ciputat: Logos Wacana Ilmu, Cet. 2, 1999.
Nata Abuddin, Akhlak Tasawuf.
Baida Nashruddin, Metode Penafsiran al-Qur'an.

Sistem Imun dan Gangguan Imun

Sistem Imun dan Gangguan Imun

BAB I
Pendahuluan
Sistem Imun dan Gangguan Imun Merupakan semua mekanisme yang digunakan badan untuk mempertahankan keutuhan tubuh, sebagai perlindungan terhadap bahaya yang dapat ditimbulkan berbagai bahan dalam lingkungan hidup yang berguna untuk :
- Pertahanan
- Homeostasis
- Pengawasan
Dalam pertahanan tubuh terhadap mikroorganisme → timbul respon imun.
Ada 2 macam RI, yaitu :
1. RI Spesifik : deskriminasi self dan non self, memori, spesifisitas.
2. RI non Spesifik : efektif untuk semua mikroorganisme
Sel-sel yang berperan dalam sistem imun / respon imun :
1. Sel B
2. Sel T
3. Makrofag
4. Sel dentritik dan langerhans
5. Sel NK
Sebagai mediator : sitokin
1. Limfosit B
• terdapat pada darah perifer (10 – 20%), sumsum tulang, jaringan limfoid perifer, lien, tonsil.
• Adanya rangsangan → sel B, berproliferasi dan berdiferensiasi menjadi sel plasma, yang mampu membentuk Ig : G, M, A, D, E
2. Limfosit T
• Terdapat pada darah perifer (60 – 70 %), parakortek kel limfe, periarterioler lien.
• Punya reseptor : T cell receptor (TCR), untuk mengikat Ag spesifik.
• Mengekspresikan mol CD4, CD8
3. Sel natural killer.
• ~ sell null (non B non T) ok TCR (-), dan tak menghasilkan AB.
• 10 – 20 % limfosit perifer.
• Mampu membuat lisis sel tumor.
• Mengekspresikan CD16, CD56 pada permukaan .
• Bentuk > besar dibanding sel B dan T, mempunyai granula azurofilik dalam sitoplasma : large granula limphocyt.
4. Sel dentritik dan langerhans.
• Sel dentritik : pada jar limfoid.
• Sel langerhans : pada epidermis.
• Termasuk sel APC (antigen presenting cell) / sel penyaji.
5. Sitokin.
• Merupakan messenger molecule dalam sistem imun.
• Regulasi RI perlu interaksi antara limfosit, monosit, sel radang, sel endotel → perlu mediator agar terjadi kontak antar sel.
• Co : IL 1 – 17, IFN α – g, TNF, TGF.
4 Kategori Sitokin :
a. Mediator imunitas humoral, yang berfungsi sebagai pelindung terhadap inf. Virus (interveron), memicu RI non spesifik terhadap radang (IL -1, TNF α, IL –
b. Berhubungan dengan regulasi pertumbuhan, aktivasi dan deferensiasi limfosit (IL -2, IL -4, TGF – B)
c. Mengaktifkan sel radang (IFN g, TNF – α, IL -5, faktor penghambat migrasi)
d. Merangsang hemopoisis (CSF, GM-CSF, IL -3, IL -7)
RESPON IMUN
Respon imun berawal sewaktu sel B atau T berikatan, seperti kuci dengan
anak gemboknya, dengan suatu protein yang diidentifikasi oleh sel T atau B sebagai benda asing. Selama perkembangan masa janin di hasilkan ratusan ribu sel B dan sel T yang memilki potensi yang berikatan dengan protein spesifik. Protein yang dapat berikatan dengan sel T dan B mencakup protein yang terdapat di membran sel bakteri,
mikoplasma, selubung virus, atau serbuk bunga, debu, atau makanan tertentu. Setiap
sel dari seseotang memilki proitein-protein permukaan yang dikenali berbagai benda
asing oleh sel T atau B milik orang lain. Protein yang dapat berikatan dengan sel; atau
B di sebut deengan antigen, apabila suatu antigen menyebabkan sel T atau B
menjadi aktif bermultiplikasi dan berdeferensiaasi lebih lanjut, maka antigen tersebut
dapat bersifat imunogenik.
ANTIGEN Banyak benda asing jika dimasukkan ke dalam tubuh hospes berkali-kali,
respon yang ditimbulkan selalu sama. Namun, ada benda asing tertentu yang mampu
menimbulkan perubahan pada hospes sedemikian rupa sehingga reaksi selanjutnya
berbeda daripada reaksi sewaktu pertama kali masuknya benda asing tersebut. Respon
yang berubah semacam itu dipihak hospes disebut sebgai respon imunologis dan
benda-benda asing yang menyebabkan reaksi tersebut dinamakan antigen atau
imunogen. Tujuan utama respon imun adalah menetralkan , menghancurkan atau
mengeluarkan benda asing tersebut lebih cepat dari biasanya.
SIFAT KHAS RESPON IMUN
Tujuan respon imun
Untuk melenyapkan benda yang bersifat antigenik dengan cepat, hal ini
dilakukan oleh tubuh melalui dua macam cara:
1. Respon imun humoral, dipengaruhi oleh imunoglobulin, gammaglobulin dalam
darah, yang disintesis oleh hospes sebagai respon terhadap masuknya benda antigenik.
2. Reaksi imunologis kedua, respon imun selular, dilakukan secara langsung oleh
limfasit yang berproliferasi akibat amsuknya antigen tersebut. Sel-sel ini bereaksi
secara spesifik antigen (tanpa intervensi dari imunoglobulin).
JARINGAN IMUNOREAKTIF
Bagian respon imun yang mengakibatkan pembentukan antibodi
imunoglobulin atau proliferasi sel-sel reakstif antigen kadang-kadang disebut sebagai
fase aferen atau fase induksi dari respon imun. Limfosit dan makrofag adalah sel-sel
yang terutama bertanggung jawab atas bagian respon ini. Lebih khusus, apa yang
dinamakan jaringan limfosit tubular yang terlihat. Sekali antibodi sudah disintesis atas
sel-sel reaktifan/antigen sudah berproliferasi, maka mereka akan tersebar secara luas
sembarang tempatdapat terjadi reaksi imunologis yang efisien.
IMUNODEFISIENSI
Respon imun berkurang / – → tidak mampu melawan infeksi secara adekuat.
Ada 2 bentuk :
1. Primer
- herediter
- gejala : 6 bulan – 2 tahun
3. Sekunder
- perubahan Fs. Imunologik : inf, malnutrisi, penuaan, imunosupresi, kemoterapi dll.
IMUNOPATOLOGI
Kegagalan dari sistem imun :
1. Rx hipersensitivitas : respon imun berlebihan.
2. Imunodefisiensi : respon imun berkurang
3. Autoimun : hilangnya toleransi diri : rx sistem imun terhadap Ag jar sendiri
1. Tujuan
Tujuan Umum
1. Mendapatkan gambaran mengenai proses terbentuknya imun, reaksi imun
2. dalam tubuh serta asuhan keperawatan bagi oarang dengan gangguan imun.
3. Tujuan Khusus
4. Mampu melakukan pengkajian dengan gangguan imum
5. Mampu menentukan masalah keperawatan atau diagnosa keperawatan pada klien dengan gangguan imun.
6. Mampu membuat rencana tindakan keperawatan pada klien dengan gangguan imun
1. Ruang Lingkup
Adapun ruang lingkup penulisan makalah ini, meliputi Asuhan keperawatan
pada Tn. ”W” dengan HIV-AIDS, Ny. ”E” dengan SLE, dan Ny. ”L” dengan Alergi.
1. Metode Penulisan
Dalam penulisan makalah ini, penulis menggunakan metode deskriftif, yaitu
pengumpulan data dan menarik kesimpulan yang kemudian disajikan dalam bentuk naratif.
Adapun teknik penulisan makala ini adalah :
1. Studi Literatur
Yaitu pengumpulan bahan bacaan dari sumber-sumber yang berhubungan dengan kasus-kasus diberikan.
1. Studi kasus
yaitu diberikan kasus oleh pengajar kemudian mempelajari kasus yang diberikan dan membuat asuhan keperawatan pada masing-masing kasus berdasarkan berbagai sumber yang didapat.
1. Sistematika Penulisan
Adapun sistematika penyusunan makalah ini, meliputi bab, yaitu :
BAB I PENDAHULUAN
Meliputi latar belakang, tujuan penulisan, ruang lingkup, metode penulisan serta sistematika penulisan.
BAB II TINJAUAN TEORI
Meliputi patofisiologi (etiologi, manifestasi klinis, dan komplikasi penyakit) TINJAUAN KASUS
Meliputi pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, implementasi, dan evaluasi.
BAB III PENUTUP
Meliputi Kesimpulan
BAB II
TINJAUAN TEORITIS dan TINJAUAN KASUS
KASUS I
Tn W dirawat di ruang Medikal Bedah karena diare sudah sebulan tak sembuh-sembuh meskipun sudah berobat kedokter. Pekerjaan Tn W supir truk dan dia baru saja menikah 2 tahun yang lalu. Tn W mengatakan bahwa dia diare cair kurang lebih 15 x/hari dan BB menurun 7 kg dalam sebulan serta sariawan mulut tak kunjung sembuh meskipun telah berobat sehingga tak nafsu makan. Hasil foto thorax ditemukan pleural eseffusion kanan, hasil laboratorium berikut: Hb 11 gr/Dl, leukosit 20.000/Ul, trombosit 160.000/Ul, LED 30 mm, Na 98 mmol/L, K 2,8 mmol/ L, Cl 110 mmol/L, proteitn 3,5. Hasil pemeriksaan fisik ditemukan TD 120/80 mmH, N 120 x/menit, P 28 x/menit, S 39 oC,konjungtiva anemis, sclera tak iterik, paru-paru: ronchi +/+ dan wheezing +/-, turgor kulit jelek.
Diagnosa Medis
HIV-AIDS
A. Pengertian
AIDS
Ditandai :
- Supresi imunitas (sel T)
- Inf oportunistik.
- Keganasan sekunder.
- Kelainan neurologik
Cara penularan :
- Kontak seksual
- Parenteral
- Dari ibu yang terinfeksi pada janin
B. Patofisiologi
1. Etiologi
HIV-AIDS merupakan penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus yaitu
retrovirus. Seseorang yang terinfeksi virus ini tidak langsung terdeteksi karena sistem imun bereaksi membentuk antibodi dalam 3-12 minggu setelah infeksi atau bisa 6-12 bulan.
2. Proses Penyakit
Sel T dan makrofag serta sel dendritik / langerhans ( sel imun ) adalah sel-sel yang terinfeksi Human Immunodeficiency Virus ( HIV ) dan terkonsentrasi dikelenjar limfe, limpa dan sumsum tulang. Human Immunodeficiency Virus ( HIV ) menginfeksi sel lewat pengikatan dengan protein perifer CD 4, dengan bagian virus yang bersesuaian yaitu antigen grup 120. Pada saat sel T4 terinfeksi dan ikut dalam respon imun, maka Human Immunodeficiency Virus ( HIV ) menginfeksi sel lain dengan meningkatkan reproduksi dan banyaknya kematian sel T 4 yang juga dipengaruhi respon imun sel killer penjamu, dalam usaha mengeliminasi virus dan sel yang terinfeksi.
Dengan menurunya jumlah sel T4, maka system imun seluler makin lemah secara progresif. Diikuti berkurangnya fungsi sel B dan makrofag dan menurunnya fungsi sel T penolong.
Seseorang yang terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV ) dapat tetap tidak memperlihatkan gejala (asimptomatik) selama bertahun-tahun. Selama waktu ini, jumlah sel T4 dapat berkurang dari sekitar 1000 sel perml darah sebelum infeksi mencapai sekitar 200-300 per ml darah, 2-3 tahun setelah infeksi.
Sewaktu sel T4 mencapai kadar ini, gejala-gejala infeksi ( herpes zoster dan jamur oportunistik ) muncul, Jumlah T4 kemudian menurun akibat timbulnya penyakit baru akan menyebabkan virus berproliferasi. Akhirnya terjadi infeksi yang parah. Seorang didiagnosis mengidap AIDS apabila jumlah sel T4 jatuh dibawah 200 sel per ml darah, atau apabila terjadi infeksi opurtunistik, kanker atau dimensia AIDS.
Klasifikasi
1. Kategori Klinis A
Mencakup satu atau lebih keadaan ini pada dewasa/remaja dengan infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) yang sudah dapat dipastikan tanpa keadaan dalam kategori klinis B dan C
1. Infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) yang simptomatik.
2. Limpanodenopati generalisata yang persisten ( PGI : Persistent Generalized Limpanodenophaty )
3. Infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV ) primer akut dengan sakit yang menyertai atau riwayat infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) yang akut.
1. Kategori Klinis B
Contoh-contoh keadaan dalam kategori klinis B mencakup :
1. Angiomatosis Baksilaris
2. Kandidiasis Orofaring/ Vulvavaginal (peristen,frekuen / responnya jelek terhadap terapi
3. Displasia Serviks ( sedang / berat karsinoma serviks in situ )
4. Gejala konstitusional seperti panas ( 38,5o C ) atau diare lebih dari 1 bulan.
5. Leukoplakial yang berambut
6. Herpes Zoster yang meliputi 2 kejadian yang bebeda / terjadi pada lebih dari satu dermaton saraf.
7. Idiopatik Trombositopenik Purpura
8. Penyakit inflamasi pelvis, khusus dengan abses Tubo Varii
1. Kategori Klinis C
Contoh keadaan dalam kategori pada dewasa dan remaja mencakup :
1. Kandidiasis bronkus,trakea / paru-paru, esophagus
2. Kanker serviks inpasif
3. Koksidiomikosis ekstrapulmoner / diseminata
4. Kriptokokosis ekstrapulmoner
5. Kriptosporidosis internal kronis
6. Cytomegalovirus ( bukan hati,lien, atau kelenjar limfe )
7. Refinitis Cytomegalovirus ( gangguan penglihatan )
8. Enselopathy berhubungan dengan Human Immunodeficiency Virus (HIV)
9. Herpes simpleks (ulkus kronis,bronchitis,pneumonitis / esofagitis )
10. Histoplamosis diseminata / ekstrapulmoner )
11. Isoproasis intestinal yang kronis
12. Sarkoma Kaposi
13. Limpoma Burkit , Imunoblastik, dan limfoma primer otak
14. Kompleks mycobacterium avium ( M.kansasi yang diseminata / ekstrapulmoner
15. M.Tubercolusis pada tiap lokasi (pulmoner / ekstrapulmoner )
16. Mycobacterium, spesies lain,diseminata / ekstrapulmoner
17. Pneumonia Pneumocystic Cranii
18. Pneumonia Rekuren
19. Leukoenselophaty multifokal progresiva
20. Septikemia salmonella yang rekuren
21. Toksoplamosis otak
22. Sindrom pelisutan akibat Human Immunodeficiency Virus ( HIV)
3. Gejala dan tanda
Pada infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) primer akut yang lamanya 1 – 2 minggu pasien akan merasakan sakit seperti flu.
Pada fase supresi imun simptomatik (3 tahun) pasien akan mengalami demam, keringat dimalam hari, penurunan berat badan, diare, neuropati, keletihan ruam kulit, limpanodenopathy, pertambahan kognitif, dan lesi oral.
Pada fase infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) menjadi AIDS (bevariasi 1-5 tahun dari pertama penentuan kondisi AIDS) akan terdapat gejala infeksi opurtunistik, yang paling umum adalah Pneumocystic Carinii (PCC), Pneumonia interstisial yang disebabkan suatu protozoa, infeksi lain termasuk menibgitis, kandidiasis, cytomegalovirus, mikrobakterial, atipikal.
Infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) acut Gejala tidak khas dan mirip tanda dan gejala penyakit biasa seperti
• demam berkeringat,
• lesu mengantuk,
• nyeri sendi,
• sakit kepala,
• diare,
• sakit leher,
• radang kelenjar getah bening,
• dan bercak merah ditubuh.
Infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) asimptomatik diketahui oleh :
• Pemeriksa kadar Human Immunodeficiency Virus (HIV) dalam darah akan diperoleh hasil positif.
• Radang kelenjar getah bening menyeluruh dan menetap, dengan gejala pembengkakan kelenjar getah bening diseluruh tubuh selama lebih dari 3 bulan.
4. Komplikasi
a. Oral Lesi
Penyebab
Kandidia, herpes simplek, sarcoma Kaposi, HPV oral, gingivitis, peridonitis Human Immunodeficiency Virus (HIV), leukoplakia oral,nutrisi,dehidrasi,penurunan berat badan, keletihan dan cacat.
b. Neurologik
• Kompleks dimensia AIDS karena serangan langsung Human Immunodeficiency Virus (HIV) pada sel saraf, berefek perubahan kepribadian, kerusakan kemampuan motorik, kelemahan, disfasia, dan isolasi social.
• Enselofati akut, karena reaksi terapeutik, hipoksia, hipoglikemia, ketidakseimbangan elektrolit, meningitis / ensefalitis. Dengan efek : sakit kepala, malaise, demam, paralise, total / parsial.
• Infark serebral kornea sifilis meningovaskuler,hipotensi sistemik, dan maranik endokarditis.
• Neuropati karena imflamasi demielinasi oleh serangan Human Immunodeficienci Virus (HIV)
c. Gastrointestinal
• Diare karena bakteri dan virus, pertumbuhan cepat flora normal, limpoma, dan sarcoma Kaposi. Dengan efek, penurunan berat badan,anoreksia,demam,malabsorbsi, dan dehidrasi.
• Hepatitis karena bakteri dan virus, limpoma,sarcoma Kaposi, obat illegal, alkoholik. Dengan anoreksia, mual muntah, nyeri abdomen, ikterik,demam atritis.
• Penyakit Anorektal karena abses dan fistula, ulkus dan inflamasi perianal yang sebagai akibat infeksi, dengan efek inflamasi sulit dan sakit, nyeri rectal, gatal-gatal dan siare.
d. Respirasi
Infeksi karena Pneumocystic Carinii, cytomegalovirus, virus influenza, pneumococcus, dan strongyloides dengan efek nafas pendek, batuk, nyeri, hipoksia, keletihan, gagal nafas.
e. Dermatologik
Lesi kulit stafilokokus : virus herpes simpleks dan zoster, dermatitis karena xerosis, reaksi otot, lesi scabies/tuma, dan dekobitus dengan efek nyeri,gatal,rasa terbakar, infeksi skunder dan sepsis.
f. Sensorik
• Pandangan : Sarkoma Kaposi pada konjungtiva berefek kebutaan
• Pendengaran : otitis eksternal akut dan otitis media, kehilangan pendengaran dengan efek nyeri.
1. C. Penatalaksanaan Medis
1. Tes Diagnostik
1) Tes Enzim – Linked Immunosorbent Assay (ELISA)
Tujuan : mengidentifikasi spesifik untuk HIV, dimana tes ini tidak menegakkan diagnosa AIDS tapi hanya menunjukan seseorang terinfeksi atau pernah terinfeks, orang yang didalam darahnya mengandung antibody HIVdisebut seropositif
2) Westeren Blot Assay
Tujuan : mengenali antibody HIV dan memastikan seropositif HIV
3) Indirect Immunoflouresence
4) Radio Immuno Presipitation Assay (RIPA)
Tujuan : mendeteksi protein dari antibody
5) Pelacakan HIV
Tujuan : mengetahui perjalanan penyakit dan responnya. Protein tersebut adalah protein virus P24, emeriksaan P24 antigen capture assay spesifik untuk HIV sehingga kadar P24 menurun.
2. Terapi
Belum ada penyembuhan untuk AIDS, jadi perlu dilakukan pencegahan Human Immunodeficiency Virus (HIV) untuk mencegah terpajannya Human Immunodeficiency Virus (HIV), bisa dilakukan dengan :
1. Pencegahan
Abstinensi seks
Pencegahan Periksa adanya virus maks. 6 bulan setelah hubungan
terpajannya Seks terakhir
HIV Gunakan pelindung jika berhubungan seks
Tidak bertukar jarum suntik, jarum tato
Cegah infeksi ke janin/BBL
Tujuan Penatalaksanaan HIV :
menghilangkan, mengendalikan, dan pemulihan infeksi oportunistik, nasokomial, atau sepsis. Tidakan pengendalian infeksi yang aman untuk mencegah kontaminasi bakteri dan komplikasi penyebab sepsis harus dipertahankan bagi pasien dilingkungan perawatan kritis.
1. Terapi-terapi farmakologis pada HIV-AIDS dan terapi non-farmakologis
Terapi Farmakologis :
1) Terapi AZT (Azidotimidin)
Disetujui FDA (1987) untuk penggunaan obat antiviral AZT yang efektif terhadap AIDS, obat ini menghambat replikasi antiviral Human Immunodeficiency Virus (HIV) dengan menghambat enzim pembalik traskriptase. AZT tersedia untuk pasien AIDS yang jumlah sel T4 nya <>3 . Sekarang, AZT tersedia untuk pasien dengan Human Immunodeficiency Virus (HIV) positif asimptomatik dan sel T4 > 500 mm3
2) Terapi Antiviral Baru
Beberapa antiviral baru yang meningkatkan aktivitas system imun dengan menghambat replikasi virus / memutuskan rantai reproduksi virus pada prosesnya. Obat-obat ini adalah :
– Didanosine
– Ribavirin
– Diedoxycytidine
– Recombinant CD 4 dapat larut
– Stavudin
– Zidovudin
3) Inhibitor protease
Obat-obat yang menghambat kerja enzim protease (enzim yang dibutuhkan untuk replikase virus HIV dan produksi virion yang menular).
4) Vaksin dan Rekonstruksi Virus
Upaya rekonstruksi imun dan vaksin dengan agen tersebut seperti interferon, maka perawat unit khusus perawatan kritis dapat menggunakan keahlian dibidang proses keperawatan dan penelitian untuk menunjang pemahaman dan keberhasilan terapi AIDS.
Terapi non-farmakologis :
1) Pendidikan untuk menghindari alcohol dan obat terlarang, makan-makanan
2) Sehat,hindari stress, gizi yang kurang,alcohol dan obat-obatan yang mengganggu fungsi imun.
3) Menghindari infeksi lain, karena infeksi itu dapat mengaktifkan sel T dan mempercepat reflikasi Human Immunodeficiency Virus (HIV).
1. D. Asuhan Keperawatan
I. Pengkajian
Data Subjektif
1. diare cair ± 15x/hari
2. BB menurun 7 kg dalam sebulan
3. sariawan mulut tak kunjung sembuh
4. tidak nafsu makan
Data Objektif
Hasil pemeriksaan fisik :
- N 120x/menit
- P 28x/menit
- S 390C
- turgor kulit jelek
Hasil Lab :
- Hb 11 gr/dL
- Leukosit 20000/Ul
- LED 30 mm
- Na 98 mmol/L
- K 2,8 mmol/L
- Cl 110 mmol/L
- Protein 3,5
Hasil foto thorax :
ditemukan pleural eseffusion kanan,
Analisa Data
Data Masalah keperawatan
Data Subjektif
• Diare cair ± 15x/hari
• BB menurun 7 kg dalam sebulan
• tidak nafsu makan
• sariawan mulut tak kunjung sembuh
• Hb 11gr/dL
Data Objektif Hasil pemeriksaan fisik :
• N 120x/menit
• P 28x/menit
• S 390C
• turgor kulit jelek
Hasil Lab :
• Na 98 mmol/L
• K 2,8 mmol/L
• Protein 3,5 1. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan diare berat
Data Subjektif : – Data Objektif : Hasil pemeriksaan fisik
• Nadi 120 x/ menit
• P 28x/menit
Hasil foto thorax :
• ditemukan pleural eseffusion kanan 2. Pola napas tidak efektif b.d penurunan ekspansi paru
II. Diagnosa Keperawatan
1. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan diare berat
2. Pola napas tidak efektif b.d penurunan ekspansi paru
KASUS 2
Ny E (37 tahun) mengeluh muka tampak bintik-bintik merah, jika terkena sinar matahari kulit mudah kemerahan, sariawan dan nyeri pada kedua lutut. Hasi pemeriksaan fisik TD 150/100 mmHg, S=38 oC, N = 120 x/menit ireguler, P= 28 x/menit, BB 35 kg konjungtiva anemis, splenomegali, kedua lutut tampak bengkang dan merah. Laboratorium: Hb10 gr/dl, leukosit 5000 rb/ul, trombosit 80.000 /dl.
Diagnosa Medis
Systemic Lupus Eritematosius (SLE)
A. Pengerian
SLE (Sistemisc lupus erythematosus) adalah penyakti radang multisistem yang sebabnya belum diketahui, dengan perjalanan penyakit yang mungkin akut dan fulminan atau kronik remisi dan eksaserbasi disertai oleh terdapatnya berbagai macam autoantibodi dalam tubuh atau peradangan kronis dari jaringan-jaringan tubuh yang disebabkan oleh penyakit autoimun. Penyakit-penyakit autoimun adalah penyakit-penyakit yang terjadi ketika jaringan-jaringan tubuh diserang oleh sistim imunnya sendiri.
B. Patofisiologi
1. Etiologi
Penyebab lupus masih belum diketahui. Gen-gen yang diwariskan, viris-virus, sinar ultraviolet, dan obat-obatan mungkin semuanya memainkan peran yang sama. Faktor-faktor genetik meningkatkan kecenderungan penyakit-penyakit autoimun, seperti lupus, rheumatoid arthritis, dan kelainan-kelainan imun tiroid. Beberapa ilmuwan-ilmuwan percaya bahwa sistim imun pada lupus lebih mudah distimulasi oleh faktor-faktor eksternal seperti virus-virus atau sinar ultraviolet. Kadangkala, gejala-gejala lupus dapat dipercepat atau diperburuk oleh hanya suatu periode yang singkat dari ekspose pada matahari.
Menurut penelirian beberapa ahli, diketahui bahwa beberapa wanita dengan SLE dapat mengalami perburukkan dari gejala-gejalanya sebelum periode-periode haidnya. Peristiwa-peristiwa ini, bersama dengan dominasi SLE pada wanita, bahwa hormon-hormon wanita memainkan suatu peran penting pada SLE.
Kegagalan enzim untuk membuang sel-sel yang mati dapat berkontribusi pada pengembangan SLE. Enzim DNase1, umumnya mengeliminasi apa yang disebut “sampah DNA” (“garbage DNA”) dan puing-puing sel-sel lainnya dengan membentuknya menjadi fragmen-framen kecil untuk memudahkan eliminasi.
Obat-obatan telah dilaporkan memicu SLE; bagaimanapun, lebih dari 90% dari lupus yang disebabkan oleh obat terjadi sebagai suatu efek sampingan dari satu dari enam obat-obat berikut: hydralazine (digunakan untuk tekanan darah tinggi), quinidine dan procainamide (digunakan untuk aritmia/iram jantung abnormal), phenytoin (digunakan untuk epilepsi), isoniazid [(Nydrazid, Laniazid), digunakan untuk TBC/tuberculosis], d-penicillamine (digunakan untuk rheumatoid arthritis). Obat-obat ini diketahui menstimulasi sistim imun dan menyebabkan SLE. Untungnya, SLE yang disebabkan oleh obat jarang terjadi (jumlahnya lebih kecil dari 5% dari SLE diantara semua pasien-pasien dengan SLE) dan umumnya hilang ketika obat-obatnya dihentikan.
2. Proses Penyakit
Seseorang dengan lupus memproduksi antibodi-antibodi yang abnormal didalam darahnya yang mentargetkan jaringan-jaringan didalam tubuhnya sendiri dari agen-agen asing. Karena antibodi-antibodi dan sel-sel inflamasi dapat melibatkan jaringan-jaringan dimana saja didalam tubuh, lupus mempunyai potensi untuk mempengaruhi beragam area tubuh. Kadang lupus dapat menyebabkan penyakit kulit, jantung, paru-paru, ginjal, persendian-persendian, dan/atau sistim syaraf. Kalau hanya kulit yang terlibat, kondisi ini disebut lupus diskoid (discoid lupus). Kalau organ-organ internal yang terlibat, kondisi ini disebut lupus sistemik eritematosus (systemic lupus erythematosus, SLE).
Kedua-duanya lupus diskoid dan lupus sistemik adalah lebih umum pada wanita dari pada pria (kira-kira delapan kali lebih umum). Penyakit dapat mempengaruhi semua umur namun paling umum mulai dari umur 20 hingga umur 45. Lebih sering pada orang-orang Amerika keturunan Afrika dan orang-orang keturunan China dan Jepang.
Penyakit SLE terjadi akibat terganggunya regulasi kekebalan yang menyebabkan peningkatan autoantibodi yang berlebihan. Gangguan imunoregulasi ini ditimbulkan oleh kombinasi antara faktor-faktor genetik, hormonal ( sebagaimana terbukti oleh awitan penyakit yang biasanya terjadi selama usia reproduktif) dan lingkungan (cahaya matahari, luka bakar termal). Obat-obat tertentu seperti hidralazin, prokainamid, isoniazid, klorpromazin dan beberapa preparat antikonvulsan di samping makanan seperti kecambah alfalfa turut terlibat dalam penyakit SLE- akibat senyawa kimia atau obat-obatan.
Pada SLE, peningkatan produksi autoantibodi diperkirakan terjadi akibat fungsi sel T-supresor yang abnormal sehingga timbul penumpukan kompleks imun dan kerusakan jaringan. Inflamasi akan menstimulasi antigen yang selanjutnya serangsang antibodi tambahan dan siklus tersebut berulang kembali.
3. Manifestasi klinis
1. Sistem Muskuloskeletal
Artralgia, artritis (sinovitis), pembengkakan sendi, nyeri tekan dan rasa nyeri ketika bergerak, rasa kaku pada pagi hari.
2. Sistem integumen
Lesi akut pada kulit yang terdiri atas ruam berbentuk kupu-kupu yang melintang pangkal hidung serta pipi. Ulkus oral dapat mengenai mukosa pipi atau palatum durum. 3. Sistem kardiak
Perikarditis merupakan manifestasi kardiak.
4. Sistem pernafasan
Pleuritis atau efusi pleura.
5. Sistem vaskuler
Inflamasi pada arteriole terminalis yang menimbulkan lesi papuler, eritematous dan purpura di ujung jari kaki, tangan, siku serta permukaan ekstensor lengan bawah atau sisi lateral tangan dan berlanjut nekrosis.
6. Sistem perkemihan
Glomerulus renal yang biasanya terkena.
7. Sistem saraf
Spektrum gangguan sistem saraf pusat sangat luas dan mencakup seluruh bentuk penyakit neurologik, sering terjadi depresi dan psikosis.
4. Komplikasi
Gejala klinis dan perjalanan pada SLE sangat bervariasi. Penyakit dapat timbul mendadak disertai tanda-tanda terkenanya berbagai sistem dalam tubuh. Dapat juga menahun dengan gejala satu sistem yang lambat laun diikuti oleh gejala terkenanya sistem lain. Pada tipe menahun dimana terdapat remisi dan eksaserbasi, remisinya mungkin berlangsung bertahun-tahun.
Onset penyakit dapat spontan atau didahului oleh faktor presipitasi seperti kontak dengan sinar matahari, infeksi virus/ bakteri, obat misalnya golongan sulfa, penghentian kehamilan dan trauma fisik/ psikis.
Setiap serangan biasanya disertai gejala umum yang jelas seperti demam, malaise, kelemahan, nafsu makan berkurang, berat badan menurun, iritabilitas, yang paling menonjol adalah demam kadang-kadang disertai menggigil, kerusakan organ internal.
C. Penatalaksanaan Medis
1. Tes Diagnostik
Pemeriksaan laboratorium mencakup pemeriksaan:
1. hematologi
ditemukan anemia, leukopenia, trombositopenia
2. kelainan imunologis
ditemukan sel LE, antibodi antinuklear, komplemen serum menurun trioglobulin, faktor reumatoid dan uji terhadap lues yang positif (semu).
Pemeriksaan khusus
1. Biopsi ginjal
2. Biopsi kulit
Pemeriksaan imunofluoresensi direk menunjukan deposit IgG granular pada
dermaepidermal junction, baik pada lesi kulit yang aktif (90%) maupun pada kulit yang tidak terkena (70%).
Evaluasi Diagnostik
Diagnosis SLE dibuat berdasarkan pada riwayat sakit yang lengkap dan hasil pemeriksaan darah. Gejala yang klasik mencakup demam, keletihan serta penurunan berat badan dan kemungkinan pula artritis, peuritis dan perikarditis. Pemeriksaan serum : anemia sedang hingga berat, trombositopenia, leukositosis atau leukopenia dan antibodi antinukleus yang positif. Tes imunologi diagnostik lainnya mendukung tapi tidak memastikan diagnosis.
2. Terapi
1.Obat-obatan non-steroidal anti inflammatory, seperti ibuprofen (advil & motrin), naproxen, naprosyn (aleve), clinoril, feldene, voltaren membantu mengurangi peradangan dan sakit pada otot-otot, sendi-sendi, dan jaringan-jaringan lain.
2.Obat-obatan corticosteroid, seperti prednison, prednisolone, medrol, deltasone, cortison. dapat mengurangi peradangan dan memugarkan kembali fungsi ketika penyakit aktif. Corticosteroids terutama berguna ketika organ-organ internal terlibat. Corticosteroids dapat diberikan secara oral, disuntikkan langsung kedalam sendi-sendi dan jaringan-jaringan lain, atau dimasukkan melalui urat nadi (intravenously). Sayangnya, corticosteroids mempunyai efek-efek sampingan yang serius jika diberikan dalam dosis tinggi untuk periode-periode waktu yang panjang, termasuk penambahan berat badan, penipisan dari tulang-tulang dan kulit, infeksi, diabetes, muka yang bengkak, katarak, dan kematian (necrosis) dari sendi-sendi besar.
3.Obat-obatan anti malaria sangat efektif untuk persendian yang sakit, luka kulit dan borok di dalam hidung atau mulut, dan gejala kutaneus, muskuloskeletal dan sistemik ringan. Obat anti malaria yang sering diberikan adalah plaquonil (hydroxichloroquine). Efek-efek sampingannya meliputi diare, gangguan perut, dan perubahan-perubahan pigmen mata. Perubahan-perubahan pigmen mata adalah jarang, namun memerlukan pengawasan (monitoring), dan mengurangi secara signifikan frekuensi dari gumpalan-gumpalan darah abnormal pada pasien-pasien dengan SLE sistemik.
4.Immunosuppressants/ chemotherapy. Obat ini untuk menyetop over aktifitas sistem kekebalan dan juga membantu membatasi kerusakan yang terjadi dan mengembalikan fungsi organ. (lupus bukan sejenis cancer) disebut obat-obat cytotoxic. Obat-obat peneken imunitas digunakan untuk merawat pasien-pasien dengan manisfestasi-manifestasi yang lebih berat dari SLE dengan kerusakan pada organ-organ internal. Contoh-contoh dari obat-obat peneken kekebalan termasuk methotrexate (Rheumatrex, Trexall), azathioprine (Imuran), cyclophosphamide (Cytoxan), chlorambucil (Leukeran), dan cyclosporine (Sandimmune). Semua obat-obat peneken kekebalan dapat menekan secara serius jumlah sel darah dan meningkatkan risiko infeksi dan perdarahan. Efek-efek sampingan lainnya adalah khas untuk setiap obat. Contohnya, Rheumatrex dapat menyebabkan keracunan hati, sedangkan Sandimmune dapat menggangu fungsi ginjal.
5.Penelitian baru-baru ini mengindikasikan keuntungan-keuntungan dari rituximab (Rituxan) dalam merawat lupus. Rituximab adalah suatu antibodi yang diinfus melalui urat nadi yang menekan suatu sel darah putih yang tertentu, sel B, dengan mengurangi jumlahnya didalam sirkulasi. Sel-sel B telah ditemukan memainkan suatu peran pusat pada aktivitas lupus, dan ketika mereka ditekan, penyakitnya cenderung menuju remisi.
6.Pada pertemuan National Rheumatology tahun 2007, ada suatu makalah yang disajikan menyarankan bahwa tambahan makanan dari minyak ikan omega-3 dalam dosis rendah dapat membantu pasien-pasien lupus dengan mengurangi aktivitas penyakit dan kemungkinan mengurangi risiko penyakit jantung.
Obat-obatan yang sebaiknya dihindari penderita lupus
Tidak ada obat yang sangat tepat atau sangat tidak tepat bagi pasien SLE. Harus memperhatikan faktor alergi terhadap obat-obatan tertentu, dan mempelajari hubungan antara masa kambuh dan hormon estrogen atau pil KB. Pasien terutama harus berhati-hati pada obat-obatan antibiotik sulfa(Bactrim, gantrisin, septra) sering diberikan pada orang yang mengalami gangguan infeksi pada saluran kencing, dan dapat menambah kepekaan penderita lupus terhadap sinar matahari, mengakibatkan rendahnya jumlah darah merah yang biasanya diikuti kambuhnya penyakit.
D. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Data subjektif
• Mengeluh muka tampak bintik-bintik merah
• Jika terkena matahari kulit mudah kemerahan
• Sariawan
• Nyeri pada kedua lutut.
Data Objektif
Hasil pemeriksaan Fisik
• TD 150/100 mmHg
• S = 38 oC
• N = 120 x/menit ireguler
• P= 28 x/menit
• BB 35 kg
• konjungtiva anemis
• splenomegali
• kedua lutut tampak bengkang dan merah
Hasil Lab
• Hb10 gr/dl
• leukosit 5000 rb/ul
• trombosit 80.000 /dl.
Analisa Data
Data Masalah keperawatan
Data subjektif :
• muka tampak bintik-bintik merah
• jika terkena matahari kulit mudah kemerahan
• sariawan
Data Objektif:
• trombosit 80.000 /dl. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan perubahan fungsi barier kulit, penumpukan kompleks imun.
Data subjektif :
• Nyeri pada kedua lutut.
Data Objektif Hasil Pemeriksaan Fisik
• S=38 oC
• splenomegali
• kedua lutut tampak bengkang dan merah Nyeri berhubungan dengan inflamasi
II. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan integritas kulit b.d perubahan fungsi barier kulit, penumpukan kompleks imun.
2. Nyeri berhubungan dengan inflamasi
KASUS 3
Ny. L mengeluh tiba-tiba terbangun di malam hari gatal-gatal seperti di gigit semut seluruh tubuh sudah menggunakan minyak tawon tidak menolang. Hasil pemeriksaan fisik tampak bengkak kelopak mata, telinga dan seluruh bagian tubuh merah, tekanan darah, pernafasan, suhu dan nadi normal, bunyi paru vaskuler, jantung normal.
Diagnosa Medis
Alergi, Hipersensitivitas Tipe 1 (anafilaksis)
A. Pengertian
Alergi atau hipersensitivitas tipe I adalah kegagalan kekebalan tubuh di mana tubuh seseorang menjadi hipersensitif dalam bereaksi secara imunologi terhadap bahan-bahan yang umumnya imunogenik (antigenik)atau dikatakan orang yang bersangkutan bersifat atopik. Dengan kata lain, tubuh manusia bereaksi berlebihan terhadap lingkungan atau bahan-bahan yang oleh tubuh dianggap asing dan berbahaya, padahal sebenarnya tidak untuk orang-orang yang tidak bersifat atopik. Bahan-bahan yang menyebabkan hipersensitivitas tersebut disebut alergen.
Reaksi hipersensitivitas tipe I merupakan suatu respon jaringan yang terjadi secara cepat (secara khusus hanya dalam bilangan menit) setelah terjadi interaksi antara alergen dengan antibodi IgE yang sebelumnya berikatan pada permukaan sel mast dan basofil pada pejamu yang tersensitisasi.5 Individu yang menunjukkan kecenderungan untuk reaksi hipersensitivitas tipe segera disebut individu atopik dan biasanya menunjukkan reaksi alergi setelah terpapar pada antigen lingkungan. |
B. Patofisiologi
1. Etiologi
Terr menyebutkan beberapa golongan alergen yang dapat menimbulkan reaksi anafilaksis, yaitu makanan, obat-obatan, bisa atau racun serangga dan alergen lain yang tidak bisa di golongkan:
Allergen penyebab Anafilaksis
Makanan Krustasea: Lobster, udang dan kepiting Moluska : kerang, Ikan Kacang-kacangan dan biji-bijian Buah beri Putih telur Susu
Obat Hormon : Insulin, PTH, ACTH, Vaso-presin, Relaxin Enzim : Tripsin,Chymotripsin, Penicillinase, As-paraginase Vaksin dan Darah Toxoid : ATS, ADS, SABU Ekstrak alergen untuk uji kulit Dextran Antibiotika Penicillin,Streptomisin,Cephalosporin,Tetrasiklin,Ciprofloxacin,Amphotericin B, Nitrofurantoin. Agent diagnostik-kontras Vitamin B1, Asam folat Agent anestesi: Lidocain, Procain, Lain-lain: Barbiturat, Diazepam, Phenitoin, Protamine, Aminopyrine, Acetil cystein , Codein, Morfin, Asam salisilat dan HCT
Bisa serangga Lebah Madu, Jaket kuning, Semut api Tawon (Wasp).
Lain-lain Lateks, Karet, Glikoprotein seminal fluid
2. Proses Penyakit
Oleh Coomb dan Gell (1963), anafilaksis dikelompokkan dalam hipersensitivitas tipe 1 atau reaksi tipe segera (Immediate type reaction).
Mekanisme anafilaksis melalui beberapa fase :
1. Fase Sensitisasi
Yaitu waktu yang dibutuhkan untuk pembentukan Ig E sampai diikatnya oleh reseptor spesifik pada permukaan mastosit dan basofil.
Alergen yang masuk lewat kulit, mukosa, saluran nafas atau saluran makan di tangkap oleh Makrofag. Makrofag segera mempresen-tasikan antigen tersebut kepada Limfosit T, dimana ia akan mensekresikan sitokin (IL-4, IL-13) yang menginduksi Limfosit B berproliferasi menjadi sel Plasma (Plasmosit). Sel plasma memproduksi Immunoglobulin E (Ig E) spesifik untuk antigen tersebut. Ig E ini kemudian terikat pada receptor permukaan sel Mast (Mastosit) dan basofil.
1. Fase Aktivasi
Yaitu waktu selama terjadinya pemaparan ulang dengan antigen yang sama. Mastosit dan Basofil melepaskan isinya yang berupa granula yang menimbulkan reaksi pada paparan ulang .
Pada kesempatan lain masuk alergen yang sama ke dalam tubuh. Alergen yang sama tadi akan diikat oleh Ig E spesifik dan memicu terjadinya reaksi segera yaitu pelepasan mediator vasoaktif antara lain histamin, serotonin, bradikinin dan beberapa bahan vasoaktif lain dari granula yang di sebut dengan istilah Preformed mediators.
Ikatan antigen-antibodi merangsang degradasi asam arakidonat dari membran sel yang akan menghasilkan Leukotrien (LT) dan Prostaglandin (PG) yang terjadi beberapa waktu setelah degranulasi yang disebut Newly formed mediators.
3. Fase Efektor
Adalah waktu terjadinya respon yang kompleks (anafilaksis) sebagai efek mediator yang dilepas mastosit atau basofil dengan aktivitas farmakologik pada organ organ tertentu.
Histamin memberikan efek bronkokonstriksi, meningkatkan permeabilitas kapiler yang nantinya menyebabkan edema, sekresi mukus dan vasodilatasi. Serotonin meningkatkan permeabilitas vaskuler dan Bradikinin menyebabkan kontraksi otot polos. Platelet activating factor (PAF) berefek bronchospasme dan meningkatkan permeabilitas vaskuler, agregasi dan aktivasi trombosit.
Beberapa faktor kemotaktik menarik eosinofil dan neutrofil. Prostaglandin yang dihasilkan menyebabkan bronchokonstriksi, demikian juga dengan Leukotrien.
TIPE REAKSI HYPERSENSITIVITAS
REAKSI TIPE I / ANAFILAKTIK Pada reaksi tipe (anafilaktik), subjek harus disensitisasi lebih dahulu oleh antigen tertentu. Selama respon fase induktif dibentuk antibodi IgE. Antibodi ini bersirkulasi dan melekat pada permukaan sel mast yang terbesar diseluruh tubuh. Jika antigen kemudian dimasukkan ke dalam subjek, maka interaksi antigen dengan antibodi yang terikat pada sel mast mengakibatkan pelepasan eksplosif dari zat-zat yang terkandung di dalam sel. Jika antigen yang dimasukkan itu sedikit dan bersifat lokal, maka pelepasan mediatornya juga bersifat lokal dan hasilnya tidak lebih dari daerah vasodilatasi dan bertambahnya permeabilitas yang mengakibatkan Pembengkakan lokal.
REAKSI TIPE II / SITOTOKSIK Reaksi tipe II pada dasarnya merupakan sitotoksik. Pada reaksi macam ini antibodi IgD dan IgM yang bersirkulasi bersatu dengan antigen yang cocok pada permukaan sel. (Yaitu, antigen yang melekat pada atau merupakan bagian dari permukaan sel). Hasil dari interaksi ini adalah percepatan fagositosis sel target atau lisis sebenarnya dari sel target setelah pengaktifan konponen ke depalapn atau ke sembilan rangkaian komplemen. Jika sel target adalah sel asing seperti bakteri makan hasil reaksi ini menguntungkan. Namun, kadang-kadang sel target itu adalah eritrosit-eritrosit dari tubuh, dalam hal ini akibatnya dapat berupa anemia hemolitik.
REAKSI TIPE III / KOMPLEKS IMUN Reaksi tipe III mempunyai berbagai bentuk, tetapi pada akhirnya reaksi-reaksi tersbut sama-sama diperantarai oleh kompleks imun, yaitu kompleks antigen dengan antibodi, biasanya dari jenis IgD. Prototipe dari reaksi jenis ini adalah reaksi arthus. Secara klasik, jenis reaksi ini ditimbulkan dengan cara mensensitisasi subjek dengan beberapa protein asing dan selanjutnya seubjek tersebut diberi suntikan antigen yang sama secara intrakutan. Reaksi itu secara khas timbul sesudah beberapa jam, dengan melalui fase pembengkakan dan kemerahan kemudian nekrotik serta pada kasus yang berat terjadi perdarahan.
REAKSI TIPE IV / DIPERANTARAI SEL Reaksi tipe IV diperantarai oleh kontaknya limfosit T yang telah mengalami sensitisasi dengan antigen yang sesuai. Kejadian ini dapat terlihat pada berbagai keadaan. Tuberkulosis merupakan contoh klasik. Menyertai reaksi ini, biasanya akan terdapat nekrosis luas pada jaringan yang merupakan tanda yang cukup khas untuk penyakit ini. Nekrosis semacam ini sekarang diakui sebagai akibat kekebalan yang diperantarai sel, bukan langsung disebabkan oleh racun dari basil tuberkulosis. Tampaknya nekrosis ini adalah akibat dari limfositotoksisitas (yaitu pengaruh dari limfosit yang diaktifkan oleh tuberkuloprotein basil). Reaksi tipe IV juga diperlihatkan oleh dermatitis kontak alergi yang dapat ditimbulkan secara percobaan maupun secara spontan pada manusia.
3. Manifestasi Klinis
Anafilaksis merupakan reaksi sistemik, gejala yang timbul juga menyeluruh.
Gejala permulaan :
Sakit Kepala, Pusing, Gatal dan perasaan panas
Sistem Organ Gejala
Kulit Eritema, urticaria, angoedema, conjunctivitis, pallor dan kadang cyanosis
Respirasi Bronkospasme, rhinitis, edema paru dan batuk, nafas cepatdan pendek, terasa tercekik karena edema epiglotis, stridor, serak, suara hilang, wheezing, dan obstruksi komplit.
Kardiovaskuler Hipotensi, diaphoresis, kabur pandangan, sincope, aritmia dan hipoksia
Gastrintestinal Mual, muntah, cramp perut, diare, disfagia, inkontinensia urin
SSP Parestesia, konvulsi dan kom
Sendi Arthralgia
Haematologi Kelainan pembekuan darah, trombositopenia, DIC
4. Komplikasi
• Eritroderma etivoliativa sekunder
• Abses limfedenofatik
• Furunkulosis
• Hepatomegali
• Konjungtivitis
• Rinitis
• Stomatitis
• Kolitis Bronkolitis
C. Penatalaksanaan Medis
1.
Pengkajian Lanjut
1. Mengkaji riwayat alergi terhadap suatu substansi tertentu seperti makanan, obat, cuaca, gigitan serangga, atau alergen yang lainnya.
2. Mengkaji riwayat alergi pada keluarga
3. Mengkaji tingkat emosinal dan stres pasien
Pemeriksaan Lanjutan
1. Uji gores alergi yang positif Anafilaksis
2. Bicom Resonance Therapy (BRT).
Cara BRT untuk mendeteksi alergi adalah menggunakan gelombang elektromagnetik. Jika pasien memiliki alergi terhadap suatu zat / substansi tertentu, tubuh pasien mengirimkan gelombang patologis (buruk/tidak normal dari alergi yang diderita).
1. Pemeriksaan fisik diagnostik
Keadaan umum baik sampai buruk
Kesadaran : Composmentis sampai Koma
Tensi : Hipotensi
Nadi : Tachycardi
Nafas : Tachypneu
Temperatur : naik/normal/dingin
Kepala dan leher : Cyanosis, dispneu, conjunctivitis, lacrimasi,
edema periorbita, perioral, rhinitis
Thorax : Cor Palpitasi, aritmia sampai arrest
Pulmo Bronkospasme, stridor, rhonki dan wheezing
Abdomen : Nyeri tekan, BU meningkat
Ekstremitas : Urticaria, Edema ekstremitas
Pemeriksaan Tambahan
Hematologi : Hitung sel meningkat , Hemokonsentrasi,
trombositopenia eosinophilia naik/ normal / turun
X foto : Hiperinflasi dengan atau tanpa atelektasis karena
mukus plug
EKG : Gangguan konduksi, atrial dan ventrikel
disritmia,
Kimia : Plasma Histamin meningkat, sereum triptaase
meningkat.
2. Terapi
Pencegahan
Hindari alergen penyebab reaksi alergi. Untuk mencegah anafilaksis akibat
alergi obat, kadang sebelum obat penyebab alergi diberikan, terlebih dahulu diberikan
kortikosteroid, antihistamin atau epinefrin.
Pengobatan Anafilaksis merupakan keadaan darurat yang memerlukan penanganan segera. Bila perlu, segera lakukan resusitasi kardiopulmonal, intubasi endotrakeal (pemasangan selang melalui hidung atau mulut ke saluran pernafasan) atau trakeostomi/krikotirotomi (pembuatan lubang di trakea untuk membantu pernafasan). Epinefrin diberikan dalam bentuk suntikan atau obat hirup, untuk membuka
saluran pernafasan dan meningkatkan tekanan darah. Untuk mengatasi syok,
diberikan cairan melalui infus dan obat-obatan untuk menyokong fungsi jantung dan
peredaran darah.
Antihistamin (contohnya diphenhydramine) dan kortikosteroid (misalnya
prednison) diberikan untuk meringankan gejala lainnya (setelah dilakukan tindakan
penyelamatan dan pemberian epinephrine).
Imunoterapi
Indikasi hanya jika hipersensitivitas IgE (hipersensitivitas tipe I) terlihat pada alergen inhalan yang spesifik yang tidak dapat dihindari oleh pasien (debu rumah, serbuk sari).
D. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Data subjektif
1. Klien mengeluh tiba-tiba terbangun di malam hari gatal-gatal seperti di gigit semut
Data objektif
Hasil Pemeriksaan Fisik
1. kelopak mata bengkak, telinga dan seluruh bagian tubuh merah
2. tekanan darah, pernapasan, suhu, nadi normal
3. bunyi paru vaskuler
4. jantung normal
Analisa Data
Data Maslah Keperawatan
Data Subjektif tiba-tiba terbangun di malam hari gatal-gatal seperti di gigit semut Data Objektif Tampak bengkak kelopak mata Gangguan rasa nyaman (gatal-gatal) b.d alergi
Data Subjektif : – Data Objektif : telinga dan seluruh bagian tubuh merah Risti gangguan integritas kulit b.d inflamasi
II. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan rasa nyaman (gatal-gatal) b.d alergi
2. Risti gangguan integritas kulit b.d inflamasi
BAB III
PENUTUP
Setelah menguraikan mengenai berbagai kasus imun mulai dari patofisiologi (etiologi, proes penyalit, manifestasi klinis, dan komplikasi), serta asuhan keperawatannya, maka dalam bab ini, penulis menarik kesimpulan :
Artikel Kedokteran Lain Yang Berkaitan:
• Appendisitis Akut
Appendisitis akut adalah penyakit radang pada appendiks vermiformis yang terjadi secara akut. Apendiks atau umbai cacing hingga saat ini fungsinya belum diketahui dengan pasti, namun sering menimbu...